Kabar24.com, JAKARTA - Dinas rahasia AS, CIA membantu dinas keamanan Rusia menggagalkan serangan terhadap katedral Kazan St Petersburg dengan memberi informasi penting, menurut pejabat AS dan Rusia.
Gedung Putih dan Kremlin mengabarkan bahwa Presiden Vladimir Putin menelepon Donald Trump untuk menyampaikan terima kasih atas informasi itu.
Serangan tersebut diduga direncanakan untuk dilakukan pada hari Sabtu (16/12/2017) , menurut satu pejabat Rusia.
Pernyataan Gedung Putih menyebut para teroris ditangkap sebelum melancarkan serangan yang bisa membunuh banyak orang.
Dinas rahasia Rusia FSB menyatakan telah menahan tujuh anggota sel pendukung kelompok yang menamakan diri Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan menyita sejumlah besar bahan peledak, senjata dan bahan bacaan ekstremis.
Sel tersebut berencana melakukan serangan bunuh diri pada hari Sabtu di sebuah lembaga keagamaan dan membunuh warga, menurut pernyataan FSB sebagaimana dikutip BBC.com, Senin (18/12/2017).
Baca Juga
Dalam sebuah pernyataan, Kremlin menyebut bahwa saat digrebek, kelompok itu sedang mempersiapkan serangan bom terhadap katedral dan beberapa tempat umum lainnya di kota kedua terbesar Rusia itu.
Putin mengatakan kepada Trump bahwa dinas rahasia Rusia juga akan berbagi informasi mengenai ancaman teror kepada dinas rahasia AS, tambahnya.
Badan intelijen AS, termasuk CIA, yakin bahwa Rusia berusaha mempengaruhi pemilihan presiden AS tahun lalu untuk mendukung Trump, tuduhan yang ditolak oleh kalangan Partai Republik.
Sebuah penyelidikan sedang berlangsung terhadap kemungkinan adanya keterlibatan tim kampanye Trump dengan Rusia.
Adapun Trump sendiri menyangkal sepenuhnya tudingan kolusi dengan Rusia. Dia beberapa kali berbicara tentang pentingnya kerja sama 'secara konstruktif.'
Percakapan hari Minggu antara kedua presiden tersebut merupakan kedua kalinya kedua pemimpin berbicara dalam sepekan kemarin.
Kepala Dinas Rahasia Rusia FSB, Alexander Bortnikov mengatakan sepanjang tahun 2017 mereka telah menggagalkan 18 serangan teroris,
Dalam pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita Itar-Tass, Bortnikov mengatakan bahwa gerilyawan Rusia yang kembali dari Suriah untuk bertempur bersama ISIS menimbulkan ancaman nyata bagi Rusia.