Kabar24.com, DENPASAR -- Perusahaan Ritel, PT Hardys Retailindo, melaporkan Kanwil Ditjen Pajak Bali ke Ombudsman mengenai dugaan perbuatan melanggar hukum dan penyalahgunaan wewenang terkait utang piutang pajak.
Kuasa Hukum PT Hardys Retailindo Cuaca Teger mengatakan ada dua kasus penyalahgunaan yang dilaporkan. Pertama yakni pungutan pajak dan denda pada 2011 dan 2012 senilai Rp22miliar, dengan yang sudah dibayarkan sebesar Rp7 miliar. Kedua, utang pajak pada 2014, 2015, dan 2016 senilai Rp105 miliar.
Adapun PT Hardys Retailindo mengaku sudah memenuhi kewajiban pajaknya secara rutin. Namun Kanwil Ditjen Pajak Bali justru mengatakan PT Hardys Retailindo tidak memenuhi kewajibannya.
Dia pun menilai Kanwil Ditjen Pajak Bali kurang mengerti aturan main tentang pemeriksaan bukti permulaan (buper) dan penyidikan pajak, sehingga tagihan utang pajak ke PT Hardys Retailindo tersebut fiktif.
"Kami berharap Kanwil KPP benar-benar menerapkan peraturan pajak dan jangan seperti ini," katanya, Selasa (12/12/2017).
Kasus ini berawal dari pemeriksaan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Denpasar untuk tahun pajak 2011, yang dilaksanakan pada April 2015 dan untuk tahun pajak 2012 dilaksanakan pada Tahun 2016. Dari sana didapatkan temuan, bahwa Hardys kurang bayar sebesar Rp 22 miliar. Dari total temuan tersebut, Hardys sudah membayar sebesar 7 M mulai akhir 2015 yang diangsur bertahap.
Kemudian, pihak KPP Madya Denpasar langsung melompati tahun 2013 dan melakukan pemeriksaan lagi pada 2014, 2015, dan 2016. Melompati tahun tersebut, merupakan murni kewenangan pajak. Sedangkan kondisi di lapangan,pada 2013 Hardys sedang mengalami likuiditas bagus dan pasti bisa membayar.
Sementara, untuk Tahun Pajak 2016 berjalan, Hardys sama sekali tidak mampu bayar pajak sehingga muncul lagi tungggakan. Sehingga pada bulan Mei 2017, datanglah surat perintah Buper.
Adapun dengan Buper pada 2014, 2015 dan 2016, maka pajak dihitung terutang Rp44 M. Sesuai aturan, Buper itu sanksinya adalah 150%, sehingga muncullah tagihan pajak Rp105 M.
“Pemeriksaan baru dilakukan di tahun 2015 dan 2016, ketika ekonomi sedang down, dan Hardys sendiri mengalami masa sulit dan inilah yang kami tanyakan karena seharusnya Buper ditetapkan dan bisa dikeluarkan jika ada pemeriksaan lapangan untuk tahun Pajak yang di Buper,” sebutnya.
Dia pun berharap Ombudsman bisa menemukan kesalahan ini dan melakukan mediasi antara keduanya sehingga uang senilai Rp7 miliar yang sudah sempat dibayarkan dapat dikembalikan. Selain itu, adanya utang pajak yang senilai Rp22 miliar ditambah Rp105 miliar dihapuskan.
Dia juga berani memastikan bahwa PT Hardys Retailindo sama sekali tidak menghindar dari kewajiban pajak. Justru Kanwil Ditjen Pajak Bali telah melakukan kekeliruan lantaran PT Hardys Retailindo tidak diijinkan untuk menyetorkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
"Uang setoran pajak harus ditarik kembali, sebab telah terjadi penyedikan tanpa pemeriksaan," sebutnya.
Cuaca mengatakan pihaknya telah menyurati Kanwil Ditjen Pajak Bali pada 29 November 2017 namun hingga kini belum mendapat jawaban. Surat tersebut bertujuan untuk menanyakan dasar hukum proses penolakan pelaporan SPT sampai ke proses Buper dan Penyidikan. Sebab, menurutnya, KPP Madya tidak boleh menolak SPT yang disampaikan wajib Pajak, karena belum dilakukan pemeriksanaan
Dia pun menilai tindakan KPP hanya ingin mengejar target penerimaan dengan mempermainkan peraturan pajak dan mengesampingkan hak-hak wajib pajak.
“Siapapun bisa disidik dan dipidanakan kalau melarang Wajib Pajak menyampaikan SPT, ” katanya.
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Bali Ni Nyoman Sri Widiyanti membenarkan pihaknya sudah menerima laporan dari PT Hardys Retailindo terkait dugaan perbuatan melanggar hukum dan penyalahgunaan wewenang terkait utang piutang pajak.
"Akan kita tindak lanjuti sesuai mekanisme ombudsman, yang akan kami lakukan adalah klarifikasi secara lisan dan tertulis kemudian mengundang keduanya pelapor dan terlapor supaya bisa memberikan saran dan perbaikan," sebutnya.
Adapun 3 terlapor tersebut yakni Kepala Kantor Wilayah Pajak Provinsi, Tim Penyidik Kantor Wilayah Dirjen Pajak Bali, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar.
"Kami akan mempelajari laporan ini dalam waktu 14 hari untuk menjawab apakah laporan ini bisa ditindak lanjuti atau tidak," katanya.