Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terkait Pengakuan Jerusalem, AS Dikecam Koalisinya

Kebijakan Amerika Serikat (AS) terkait pengakuan Jerusalem sebagai Ibukota Israel diperkirakan bakal memicu kembali terjadinya konflik geopolitik baru di dunia.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump/Reuters
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump/Reuters

Kabar24.com, JAKARTA—Kebijakan Amerika Serikat  (AS) terkait pengakuan Jerusalem sebagai Ibukota Israel diperkirakan bakal memicu kembali terjadinya konflik geopolitik baru di dunia.

Pasalnya, akibat keputusan yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Rabu (6/12), sejumlah negara yang menjadi koalisi klasik Paman Sam mengeluarkan kecaman dan menolak dukungan atas kebijakan Washington tersebut.  

Seperti diketahui, Trump mengatakan pihaknya akan memindahkan kedutaan besarnya ke Jerusalem. Langkah itu dinilai sebagai salah satu bentuk upaya AS dalam meningkatkan perdamaian antara Israel dan Palestina.

“Kebijakan ini kami ambil demi yang terbaik untuk perdamaian antara Israel dan Palestina. Kami tidak bermaksud untuk mendahului proses resolusi dua negara [Palestina-Israel],” ujar Trump, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (7/12/2017).

Peryataan Trump itupun ditanggapi positif oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dia menyatakan upaya AS tersebut adalah angkah penting menuju perdamaian.

Namun demikian, alasan yang diungkapkan oleh Trump tersebut rupanya justru memicu kecaman dan kemarahan dari sejumlah negara, terutama negara-negara koalisi. Hal itu tampak dari tanggapan yang dikeluarkan oleh pejabat tinggi negara-negara i seluruh dunia.

Salah satu negara koalisi yang menyuarakan tentangan  adalah Inggris. Perdana Menteri Inggris Theresa May pada Kamis (7/12) menyebutkan bahwa keputusan Trump sama sekali tidak membantu upaya perdamaian Israel dan Palestina.

Hal senada pun disuarakan oleh Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni , Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kerajaan Arab Saudi, hingga Paus Fransiskus. Adapun Arab Saudi yang selama ini menjadi mitra klasik AS di Timur Tengah, tak segan mengeluarkan kritik kepada Trump.

“Ada konsekuensi berbahaya ketika AS memindahkan Kedutaan Besarnya ke Jerusalem. Kami meminta AS menarik keputusannya dan menghormati kesepakatan internasional,” kata pejabat Kerajaan Arab Saud dalam keterangan resminya, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (7/12).

Sikap serupa pun muncul dari negara-negara lain di Timur Tengah, baik yang merupakan koalisi maupun rival dari Arab Saudi. Adapun, negara mitra Arab Saudi yang memberikan kritik a.l. Mesir, Lebanon, Irak dan Yordania. Sementara itu, negara rival yang turut satu suara dengan Riyadh adalah, Qatar, Iran, dan Turki.

Menteri luar negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani bahkan mengibaratkan keputusan Trump sebagai hukuman mati bagi orang-orang yang mencari kedamaian. Dia pun memperkirakan langakah AS itu akan meningkatkan eskalasi yang berbahaya di dunia.

Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa pun turut mengeluarkan pernyataan yang berbau kritik keras kepada AS. Sekretaris Jenderal U.N Antonio Guterres menegaskan bahwa upaya untuk mendaaikan Israel dan Palestina terkait Jerusalem adalah melalui perundingan langsung. Dewan Keamanan PBB sendiri berencana untuk menggelar pertemuan darurat dalam waktu dekat untuk membahas kejadian tersebut.

"Saya telah secara konsisten berbicara menentang tindakan sepihak yang akan membahayakan prospek perdamaian bagi orang Israel dan Palestina, Saya akan melakukan segalanya dengan kekuatan saya untuk mendukung para pemimpin Israel dan Palestina untuk kembali ke perundingan yang berarti," kata Guterres.

Adapun, protes keras pun muncul dari Palestina. Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan bahwa Yerusalem adalah ibukota abadi negaranya. Dia menyatakan langkah terbaru Trump tersebut sama dengan membuat AS menarik diri sebagai mediator perdamaian.

Sementara itu, para pengamat pasar memperkirakan kebijakan Trump terkait Israel tersebut akan cukup memengaruhi pasar global. Kendati demikian, pengaruhnya diperkirakan relatif kecil.

“Dampak akibat perkembangan kebijakan AS di Timur Tengah terlihat terbatas. Kami masih melihat sejumlah pelaku pasar menjual dolar AS mereka, tapi mata uang tersebut masih diposisikan untuk menyerap tekanan penjualan,”  ujar Yukio Ishizuki, Senior Currency Strategist di Daiwa Securities


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Sumber : bloomberg, reuters

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper