Kabar24.com, JAKARTA – Penahanan Setya Novanto bukan hanya mencoreng harkat dan martabat DPR, melainkan juga mengonfirmasi jabatan pimpinan sama sekali tidak terkait langsung dengan kualitas personal.
“Jabatan pimpinan justru sangat mungkin diraih oleh upaya yang kotor sehingga figur dengan kualitas moral yang rendahpun bisa terpilih,” kata Lucius Karus, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sabtu (25/11/2017).
DPR yang sejatinya memiliki tugas utama meringankan beban berpikir masyarakat justru memperberatnya dengan ulah mereka sendiri. Hal ini terlihat dari semakin intimnya DPR dengan koripsi. Berbagai jurus agar terlepas dari incaran penegak hukum pun dilakukan.
Walaupun, jurus itu tertahan ketika Setya Novanto, yang masih resmi menjabat sebagai pimpinan DPR ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi label ‘tokoh super lihai’ pun disematkan masyakarat setelah melihat berbagai aksi Novanto belakangan ini.
Dia berpendapat salah satu penyebab rendahnya kinerja DPR dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini yakni sepak terjang pimpinan wakil rakyat. Selain gagal menjalankan koordinasi internal, pimpinan terjebak dalam kesibukan lain yang tidak berkaitan langsung dengan fungsi dan kewenangannya.
“Cacat-cacat kinerja pimpinan DPR bisa kita beberkan dalam sebuah list panjang,” terangnya.
Baca Juga
Cacat kinerja itu, lanjutnya, dimulai dari kegaduhan di masa awal periode – ketika dua koalisi partai di parlemen ‘adu kuat’ merebut kursi pimpinan, kasus permohonan fasilitas khusus untuk anggota keluarga pimpinan yang ke luar negeri, hingga kasus seorang pimpinan yang hingga saat ini sudah tidak berpartai.
Ada pula kejadian pergantian Setya Novanto selama dua kali, keinginan PDIP untuk mendapatkan jatah kursi pimpinan, kunjungan special ke Donald Trump, kasus ‘papa minta saham’, hingga kasus dugaan korupsi KTP elektronik.
Pada saat yang bersamaan, DPR tidak merasa terganggu ketika melihat kenyataan hanya 5 RUU baru dari daftar prioritas yang mereka selesaikan tahun ini. Ini menjadikan DPR periode kali ini nyaris sempurna sebagai ‘macan ompong’.
Mereka, lanjut Lucius, terlihat garang bagaikan macan. Namun, laku yang penuh masalah membuat DPR tidak sanggup membuat publik takjub dan hormat pada perkataan dan keputusan yang diambil.
Jika DPR ingin menghadiahi publik menjelang 2018, dia meminta agar ada perubahan yang dimulai dari proses penggantian Novanto di penghujung 2017. Selain itu, dia melihat harus ada evaluasi terhadap empat pimpinan yang lain.
“Walaupun masih mengenakan jas mewah pimpinan, mereka turut serta menyumbang buruknya wajah DPR di hadapan publik,” imbuhnya.