Bisnis.com, JAKARTA — Putusan perkara tindak pidana korupsi yang menyeret mantan Direktur Utama PT Duga Graha Indah (DGIK) Dudung Purwadi, diminta bersamaan dengan vonis atas perusahaan.
Kuasa hukum Dudung Purwadi, Susilo Aribowo mengatakan vonis bersamaan antara Dudung sebagai personal dan putusan terhadap DGIK sebagai korporasi dianggap penting bagi kepastian usaha.
Menurutnya, selain memiliki ribuan pekerja, sebagai perusahan publik, yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk., DGIK dimiliki oleh ribuan investor.
“Karena itu kami mohon majelis hakim dapat menetapkan vonis secara bersamaan,” ujar Susilo Aribowo, dalam keterangan pers, Kamis (9/11).
Penetapan vonis personal dan korporasi secara bersamaan sebenarnya sudah banyak dilakukan di pengadilan. Contohnya saja dalam kasus pajak yang melibatkan salah satu direktur anak usaha Asian Agri.
Walaupun Asian Agri sebagai grup tidak didakwa, tetapi karena anak usahanya terlibat penyimpangan pajak, pengadilan menjatuhkan pidana denda senilai Rp2,5 triliun pada korporasinya.
Sementara itu, dalam kasus PT IM2, selain dirutnya di hukum penjara, anak usaha PT Indosat Tbk. itu juga dihukum untuk mengganti kerugian negara. Padahal, IM2 sebagai korporasi tidak pernah dijadikan tersangka, tetapi pengadilan bisa langsung menetapkan vonis.
“Persidangan itu harus efisien dan efektif, sehingga kepastian hukum segera tercipta. Inilah yang kami mohonkan pada majelis hakim karena DGI ini menjadi gantungan hidup bagi ribuan orang dan sebagai perusahaan sangat kooperatif dalam penegakan hukum ini,” ujarnya.
Dudung dan DGIK sebagai korporasi disangka melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Udayana, Bali dan Wisma Atlet di Palembang.
Berbeda dengan proyek Hambalang yang merugikan negara hingga Rp706 miliar, menurut BPK, kedua proyek yang dikerjakan DGIK tersebut berhasil dibangun dan sudah beroperasi.
Dalam sidang, Dudung membantah apa yang dituduhkan oleh jaksa penuntut bahwa dirinya diuntungkan dari dividen dan tantiem atau bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada karyawan.
“Pembagian dividen merupakan hak pemegang saham, begitupun tantiem dan gaji juga merupakan hak yang telah diatur dalam aturan perusahaan. Semua ada aturannya dan itu juga sepengetahuan regulator, karena kami perusahaan publik,” katanya.
Dalam pembelaannya, Dudung juga menyatakan tidak pernah ada pertemuan antara dirinya, Nazaruddin, Sandiaga Uno, dan Anas Urbaningrum di Ritz Carlton untuk membicarakan fee. Alhasil, dia menganggap bahwa kesaksian yang diberikan Nazaruddin jelas-jelas merupakan kesaksian palsu.
“Informasi yang disampaikan Nazaruddin palsu. Tidak ada pertemuan. Kesaksian Nazar itu palsu,” tegasnya. (David Eka Issetiabudi)