Kabar24.com, JAKARTA - Kasus perkawinan anak masih menjadi isu yang marak di Indonesia. Meskipun menurun, jumlahnya dinilai belum signifikan dengan angka perkawinan anak yang mencapai 34,23% dari total perkawinan pada 2014.
Berdasarkan Council of Foreign Relations, Indonesia merupakan peringkat ketujuh di dunia dengan angka absolut tertinggi perkawinan anak dan menjadi tertinggi kedua di Asean setelah Kamboja.
Tingginya perkawinan anak di Indonesia ini turut mendukung angka kematian ibu dan bayi, kekerasan dalam rumah tangga, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah.
Dengan prevalensi yang cukup tinggi, negara hadir menunjukkan aksi guna menghentikan praktik perkawinan anak yang dilakukan sebagai bentuk perlindungan anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PPPA) mengagas gerakan nasional bertajuk Stop Perkawinan Anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Yohana Susana Yembise mengatakan isu perempuan, termasuk perkawinan anak, tengah menjadi perhatian global. Oleh karena itu, perkawinan anak ini menjadi salah satu isu yang akan terus dikampanyekan oleh Kementerian PPPA.
Untuk gerakan Stop Perkawinan Anak, kata Yohana, telah mendapat dukungan dari Kementerian Agama dan 500 pemuka agama perempuan. Gerakan ini, tambahnya, siap diluncurkan pada Jumat (3/11/2017).
"Kami akan luncurkan gerakan nasional ini besok. Kami mau lihat tanggapan publik seperti apa. Kalau ada pro kontra, kami akan kaji lagi," ujarnya pada Kamis (2/11/2017).
Kampanye Stop Perkawinan Anak ini juga turut melibatkan organisasi atau lembaga swadaya masyarakat untuk ikut mengedukasi masyarakat terkait perkawinan anak.
Setelah diluncurkan, Kementerian PPPA bersama lembaga swadaya masyarakat akan kampanye ke lima wilayah dengan angka perkawinan anak yang tinggi, yaitu Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.