Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Dia diperiksa sebagai tersangka korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (30/10/2017).
KPK saat ini tengah mendalami alur proses penerbitan SKL kepada salah satu obligor dalam penyidikan kasus BLBI itu.
KPK pada Senin (23/10) juga telah memeriksa Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka.
Menurut Febri dalam pemeriksaan itu, penyidik mengkonfirmasi terkait tugas dan kewenangan Syafruddin Arsyad Temenggung saat menjadi Kepala BPPN.
"Kami juga membandingkan BPPN dalam kepemimpinan tersangka dan BPPN dalam kepemimpinan sebelumnya. Itu kami uraikan satu persatu, yang kedua kami dalami dalam kasus ini karena diduga masih ada kewajiban obligor tetapi SKL masih dikeluarkan, itu kami klarifikasi," tuturnya.
Berdasarkan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI kerugian keuangan negara kasus indikasi korupsi terkait penerbitan SKL terhadap BDNI sebesar Rp4,58 triliun.
KPK telah menerima hasil Audit investigatif itu tertanggal 25 Agustus 2017 oleh BPK terkait perhitungan kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim.
SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004, untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Syafruddin pun sempat mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun Hakim Tunggal Effendi Mukhtar menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukannya dalam pembacaan putusan pada 2 Agustus 2017 lalu.
KPK Periksa Syafruddin Arsyad Temenggung
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
3 jam yang lalu
Target Harga dan Prospek PGAS Jelang 2025
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
39 detik yang lalu
Korupsi Kasus Timah, Terdakwa Robert Indarto Dihukum 8 Tahun Penjara
1 jam yang lalu
Pengamat: Polisi Pungli di DWP Harus Dipecat dan Dipidana!
1 jam yang lalu