Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Catatan dari Washington: IMF, Kebijakan Pajak dan Instrumen Inklusivitas

Kebijakan pajak dalam konteks fiskal secara menyeluruh harus diletakkan sebagai instrumen untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
International Monetary Fund (IMF)/Istimewa
International Monetary Fund (IMF)/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pajak dalam konteks fiskal secara menyeluruh harus diletakkan sebagai instrumen untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Vitor Gaspar, Direktur Departemen Urusan Fiskal Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan perpajakan yang progresif sangat dibutuhkan sebagai instrumen untuk redistribusi. Selain itu, progresivitas berpeluang mendorong pelebaran kapasitas pajak.

Pelebaran kapasitas pajak sangat krusial untuk meningkatkan peran distribusif dan memastikan kesinambungan fiskal. Apalagi, dalam konteks kebutuhan Indonesia, ada keinginan untuk meningkatkan belanja infrastruktur yang masif.

Saat ditanya soal masih besarnya kekhawatiran beberapa pihak terkait risiko pengerutan ekonomi jika pengumpulan pajak terlalu agresif, dia menegaskan peningkatan kapasitas pajak tidak akan menghalangi laju pertumbuhan ekonomi.

“Sebaliknya, ini merupakan kondisi yang diperlukan agar Indonesia dapat mendukung pertumbuhan yang inklusif,” ujarnya dalam peluncuran laporan Fiscal Monitor bertajuk Tackling Inequality pekan lalu di Washington.

Dalam perkembangannya, realisasi tax ratio Indonesia cenderung mengalami penurunan.

Pada 2016, tax ratio untuk perpajakan secara keseluruhan mencapai 10,4%, lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya 10,8%.

Namun, tax ratio untuk pajak nonmigas yang menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak pada tahun lalu terjerembab di level 8,5%.

Melihat besarnya populasi penduduk dan kondisi geografis Indonesia yang memiliki lebih dari 1.000 pulau, Vitor melihat angka tax ratio di atas 10% lumrah didapatkan.

Lebih dari itu, pihaknya meminta agar pemerintah terus meningkatkan kapasitas pemungutannya.

Sayangnya, realisasi tax buoyancy – elastisitas penerimaan pajak terhadap laju produk domestik bruto (PDB) – amblas di level 0,8%.

Realisasi ini sekaligus kembali melanjutkan tren pengerutan sejak 2011.

Abdelhak Senhadji, Deputi Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF mengatakan adanya keterbukaan informasi untuk keperluan perpajakan juga dapat memberikan tambahan instrumen untuk meningkatkan kapasitas pajak.

Dengan implementasi proyek anti base erosion and profit shifting (BEPS), pihaknya optimistis akan adanya perbaikan karena ada peluang untuk membatasi aggressive tax planning, yang selama ini menjadi bagian dari penghindaran pajak.

“Arahnya sudah tepat karena pemerintah berpeluang menarik dana yang dihasilkan di negara mereka,” kata Abdelhak.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper