Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Rohingya, PBB Sebut Ini Kesempatan Terakhir Suu Kyi

Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi memiliki kesempatan terakhir untuk menghentikan serangan tentara terhadap etnis Rohingya.
Pengungsi Rohingya melintasi sawah setelah berhasil menyeberangi perbatasan Bangladesh-Myanmar, di Teknaf, Bangladesh./Reuters-Danish Siddiqui
Pengungsi Rohingya melintasi sawah setelah berhasil menyeberangi perbatasan Bangladesh-Myanmar, di Teknaf, Bangladesh./Reuters-Danish Siddiqui

Kabar24.com, JAKARTA - Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi memiliki kesempatan terakhir untuk menghentikan serangan tentara yang memaksa ratusan ribu etnik Rohingya melarikan diri ke luar negeri.

"Jika dia tidak membalikkan situasi saat ini, saya pikir tragedi itu akan sangat mengerikan, dan sangat disayangkan saya tidak dapat melihat bagaimana ini dapat diselesaikan pada masa mendatang," ujar Guterres pada Minggu (17/9/2017).

Pria berkebangsaan Portugal itu juga mengatakan sangat jelas bahwa militer Myanmar "masih berada di atas angin" di negara tersebut. Akibatnya, mereka leluasa memberi tekanan untuk dapat melakukan apa yang diinginkan di negara bagian Rakhine.

Suu Kyi dijadwalkan berpidato di hadapan majelis pada Selasa mendatang (19/8/2017), tetapi wanita itu tidak akan menghadiri Sidang Umum PBB di New York.

Aung San Suu Kyi, peraih nobel perdamaian yang menghabiskan beberapa tahun dalam tahanan rumah di bawah junta militer Myanmar (Burma), saat ini menghadapi banyak kritik dalam kasus Rohingya.

Suu Kyi mengklaim krisis itu merupakan "puncak gunung es informasi yang salah", dan mengatakan ketegangan yang terjadi dipicu oleh berita palsu yang mempromosikan kepentingan teroris.

PBB telah memperingatkan bahwa serangan dapat dianggap sebagai pembersihan etnik. Sedangkan Myanmar mengatakan tindakan itu sebagai respon terhadap serangan mematikan yang dilakukan militan dan membantah menargetkan warga sipil.

Militer melakukan operasi setelah serangan terhadap polisi di bagian utara Rakhine pada 25 Agustus lalu, yang menewaskan 12 orang aparat keamanan.

Sekjen PBB juga menegaskan bahwa Rohingya harus diizinkan kembali ke rumah mereka.

Peringatan Guterres tersebut disampaikan setelah Bangladesh berupaya untuk membatasi pergerakan lebih dari 400.000 pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar.

Polisi Bangladesh engatakan etnik Rohingya tidak diizinkan untuk bepergian keluar lokasi pengungsian, bahkan tidak boleh tinggal dengan keluarga atau teman mereka.

Para pemilik properti tak boleh menyewakan lahan atau rumah mereka kepada pengungsi Rohingya dan operator transport serta supir tak boleh membawa pengungsi keluar dari lokasi pengungsian.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : BBC
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper