Kabar24.com, JAKARTA — Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) menilai praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto setelah menjadi tersangka kasus korupsi KTP berbasis elektronik oleh KPK, penuh konspirasi
“Praperadilan itu hak warga negara jika dijadikan tersangka. Tapi saya ingin menyampaikan perspektif lain, saya menilai ada aroma jalannya konspirasi politik dan ekonomi di balik praperadilan Novanto,” kata Ketua GMPG Ahmad Doli Kurnia, Jumat (8/9/2017).
Pihaknya mencium berbagai kejanggalan. Pengajuan praperadilan dilakukan jauh sesudah ditetapkan sebagai tersangka. Setya Novanto ditersangkakan oleh KPK pada 17 Juli dan baru mengajukan praperadilan 4 September.
Menurutnya, pada kurun waktu tersebut ada peristiwa-peristiwa yang patut dicurigai sebagai bagian dari sekenario menggagalkan Novanto sebagai tersangka korupsi yang merugikan Negara hingga triliunan rupiah itu.
Peristiwa tersebut seperti terbentuknya Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK. Dia menilaiPansus tersebut sengaja dibentuk untuk mengaburkan korupsi KTP berbasis elektroni dan melemahkan fungsi KPK.
Sebelumnya, Pansus sudah mempublikasikan temuan dugaan pelanggaran KPK. Pansus pun masa kerjanya akan habis pada akhir September dan akan menghasilkan rekomendasi. Rekomendasi itu diperkirakan berujung pada revisi Undang-undang KPK dan pengurangan kewenangan lembaga antirasuah tersebut seperti ditiadakannya fungsi penuntutan.
Kemudian, adanya pertemuan Setya Novanto dengan Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali. Terkait ini, GMPG beberapa waktu ke belakang telah melaporkan hal tersebut pada Komisi Yudisial. Di sisi lain, saat ini Mahkamah Agung memiliki memiliki kepentingan dengan DPR terkait UU Mahkamah Agung dan masa jabatan Ketua Mahkaah Agung.
“Bagaimana tidak jadi konflik kepentingan ketua DPR yang sudah tersangka yang pasti berhubungan dengan hakim dan peradilan, sementara hakimnya pada saat yang sama punya kepentingan menentukan nasibnya di DPR melalui UU. Misalnya UU MA, Pak Hatta Ali itu sudah terpilih dua kali, dan kemarin itu konon katanya akan ada revisi UU lagi yang membicarakan batas umur,” ujarnya.
“Kalau [batas] umur itu ditarik jadi 67 tahun, hari itu juga Pak Hatta Ali berhenti dari Ketua MA. Kalau masih sampai 70 tahun, baru 2020 dia pensiun. Artinya ada kepentingan yang bisa dikelola oleh ketua DPR. Jadi kita sulit mengatakan bahwa peradilan, hakim, akan bisa tidak terganggu karena masing-masing punya kepentingan,” lanjut dia.
Selain itu, ada upaya memecah belah KPK dari dalam. Seperti diketahui, Direktur Penyidik KPK Brigjen Pol. Aris Budiman beberapa waktu menemui Pansus padahal hal itu dilarang pimpinan lembaga antirasuah tersebut karena keberadaan Pansus dinilai cacat secara hukum dengan melangkahi UU MD3.
Dengan melihat hal-hal itu, kata dia, besar kemungkinan semuanya terkait dan sudah dipersiapkan. Oleh karena itu, pihaknya mencurigai Setya Novanto baru mengajukan praperadilan setelah semua hal tersebut terjadi.
“Muara masalah ini adalah kasus korupsi e-KTP. Sulit tidak mengatakan ini semua tidak ada kaitan dengan e-KTP. Jadi karena itu, kami tetap berharap supaya praperadilan betul-betul objektif, hakimnya imparsial dan tidak terpengaruh dengan intimidasi dan tekanan politik dan kami minta Komisi Yudisial yang sudah membentuk tim memantau sungguh-sungguh,” imbuhnya.