Bisnis.com, NUSA DUA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengajak otoritas persaingan usaha di Asean dan Asia Timur untuk memberantas aksi anti persaingan di sektor pangan.
Hal ini disampaikan dalam konferensi internasional The 13th East Asia Top Official Meeting on Competition Policy (EATOP).
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan pertemuan petinggi persaingan usaha ini menjadi wadah diskusi dan kerja sama antar negara.
"Oleh karena itu KPPU membawa topik kompetisi di sektor pangan sebagai menu utama diskusi dalam acara ini," katanya saat membuka acara The 13th EATOP di Nusa Dua, Bali, Rabu (6/9/2017).
Menurutnya, negara-negara di Asean dan Asia Timur juga tengah mengalami gejolak harga pangan yang fluktuatif.
Adapun masalah persaingan usaha yang timbul dari sektor pangan antara lain merger anti persaingan, penyalahgunaan posisi dominan, kartel, penetapan harga sepihak atau price fixing dan pengendalian harga secara vertikal.
Syarkawi berharap otoritas persaingan usaha dari berbagai negara dapat mengurai permasalahan tersebut. Adapun kuncinya terletak pada kompetisi yang adil di berbagai tahapan rantai pasok makanan.
Dalam pidatonya, Syarkawi juga menyebut sektor pangan dan agrikultur adalah komoditas esensial. Tak jarang, komoditas ini sering dimainkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Masalah ini, sebutnya, muncul sejak 2008 dan terus berlanjut hingga sekarang. Aksi anti persaingan usaha pada sektor tersebut di Indonesia juga terus berkembang biak.
"Masalah utamanya yaitu adanya kontrol oleh middle man yang dominan," tuturnya.
Biasanya, middle man ini tidak bekerja sendiri melainkan berkolaborasi dengan perusahan-perusahaan besar. Atas aksi tersebut, harga komoditas pangan menjadi sangat tinggi di konsumen dan sangat rendah di level petani.
KPPU meminta kerja sama dengan berbagai otoritas persaingan usaha untuk memberantas aksi tersebut. Pasalnya, berbagai komoditas pangan di Indonesia merupakan hasil impor.