Bisnis.com, SEMARANG – Tim kurator kepailitan PT Perindustrian Njonja Meneer (Nyonya Meneer) hanya mengakui Rp29 miliar dari Rp98 miliar tagihan 1.104 buruh yang diwakili kantor pengacara Anwar, Agoeng & Associates.
Ade Liansah, salah satu kurator kepailitan Nyonya Meneer mengatakan pihaknya hanya mengakui sebagian karena sudah ada perjanjian antara perusahaan dengan buruh dalam proses PKPU. Dalam perjanjian itu, sisa berkomitmen membayar hak buruh sebesar Rp29 miliar.
Selain itu juga terdapat sejumlah buruh yang belum terwakili yakni untuk 69 karyawan senilai Rp4,7 miliar serta 14 karyawan senilai Rp990 juta.
“Juga ada tagian preferen lainnya yakni kantor pajak Rp26 miliar, BPJS Ketenagakerjaan Rp12,5 miliar serta BPJS Kesehatan Rp1 miliar lebih,” kata Ade di sela rapat pencocokan utang di Pengadilan Niaga Semarang, Senin (4/9/2017).
Paulus Sirait, pengacara yang mewakili buruh mengatakan pihaknya akan melakukan renvoi prosedur ke pengadilan karena kurator hanya mengakui sebagian hak buruh. Menurut dia dalam perjanjian antara buruh dengan Nyonya Meneer memang telah dilakukan pembayaran sebesar Rp4 miliar dari Rp33 miliar kesepakatan.
Akan tetapi di dalam addendum juga tercantum jika perusahaan ingkar maka akan ada denda sebesar 2% per hari. “Itu kalau mengacu aturan seperti permintaan kurator maka tagihannya harusnya Rp190 miliar,” katanya.
Baca Juga
Hari ini tim kurator melakukan verifikasi utang Nyonya Meneer. Terdapat Rp252 miliar tagihan yang masuk yang berasal dari 83 kreditur. Akan tetapi dari jumlah ini sebanyak 49 kreditur dengan tagihan sebesar Rp47 miliar ditolak. Pasalnya para pemohon tidak dapat menunjukan kedudukannya di dalam hukum ataupun menunjukan bukti tagihan asli.
Peran Bank Papua
Sementara itu, kurator PT Nyonya Meneer memperkirakan masuknya investor baru untuk menghidupkan kembali pabrik jamu legendaris itu sangat tergantung dengan langkah PT Bank Pembangunan Daerah Papua.
Kurator PT Perindustrian Njonja Meneer (Nyonya Meneer) Ade Liansah mengatakan, berdasarkan penelusuran, pihaknya mengidentifikasi terdapat enam aset atas nama perusahaan dan 72 hak paten yang dapat dilelang menjadi sumber pembayaran hak kreditor.
Selain itu terdapat tujuh aset tidak bergerak akan tetapi atas nama pribadi Chaerles Saerang selaku pemilik Nyonya Meneer dan pihak ketiga lainnya yang terkait.
“Sebanyak 72 merek itu sebagian besar sudah kedaluwarsa. [Namun merek ini masih bernilai], karena peraturan untuk memperpanjang merek ini perusahaan [yang mendaftarakan] memperoleh hak prioritas memperpanjang,” kata Ade di Semarang, Senin (4/9).
Dia mengatakan saat ini untuk aset Nyonya Meneer ini telah didaftarkan oleh Bank Papua untuk dilelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Semarang. Bank di ujung timur Indonesia ini memiliki waktu hingga 4 Oktober mendatang untuk melelang sendiri seluruh jaminan yang mereka kuasai.
Ade mengatakan, jika akhirnya aset berhasil di lelang oleh pemegang jaminan maka pihaknya akan melelang sisa kekayaan kepailitan yang dikuasai, ditambah kompensasi kepailitan dari kreditur saparatis yakni Bank Papua.
“Tapi tentu nilainya akan sangat kecil. Padahal kami sudah bertemu calon investor dan mereka mintanya sekaligus. Mereka akan membayar 100% tagihan terdaftar dan mau menghidupkan lagi Nyonya Meneer,” katanya.
Ade mengatakan saat ini terdapat tiga investor berbeda yang telah bertemu tim kurator untuk mengambil alih Nyonya Meneer. Untuk itu pihaknya sangat bergantung dengan langkah yang diputuskan oleh Bank Papua dalam proses penyelesaian utang para kreditur ini.
Menurut rencana, tim kurator akan melakukan pembicaraan lebih lanjut pada 7 September dan menyerahkan daftar kreditur tetap. “Jika kesepakatan diperoleh kami akan bawa ke Bank Papua sebelum tanggal 4 Oktober untuk menghentikan proses lelang,” katanya.