Kabar24.com, JAKARTA - Sedikitnya lima orang petugas polisi dan tujuh gerilyawan muslim Rohingya tewas dalam semalam di wilayah Rakhine, Myanmar akibat serangan terkoordinasi oleh para militan di 24 pos polisi. Mereka juga mencoba memasuki pangkalan militer.
Serangan ini menandai peningkatan dramatis konflik yang telah berlangsung di Rakhine sejak Oktober lalu ketika serangan serupa menewaskan sembilan orang polisi yang kemudian memicu serangan militer besar-besaran.
Operasi militer ini mengakibatkan sekitar 87.000 penduduk Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dan PBB menuduh prajurit Myanmar melakukan kejahatan kemanusiaan.
Keadaan di wilayah ini kembali memburuk oada awal bulan ini ketika pasukan pengamanan memulai operasi sapu bersih yang menyebabkan meningkatnya ketegangan di Rathetaung yang menjadi tempat tinggal bagi para penduduk Rakhine yang beragama Budha dan komunitas Rohingya.
"Informasi awal, lima orang polisi tewas, dua pucuk senjata diambil (dari polisi) dan tuju jrnazah gerilyawan ekstremis Bengali diamankan," sebut komite informasi yang terafiliasi dengan kantor Aung San Suu Kyi seperti dikutio dari Reuters, Jumat (25/8/2017).
Pernyataan tersebut menggunakan istilah Bengali untuk mendeskripsikan kelompok Rohingya yang menyiratkan bahwa mereka adalah imigran gelap dari Bangladesh.
Baca Juga
"Para gerilyawan ekstremis Bengali menyerang sebuah pos polisi di Muangdraw wilayah di bagian utara Rakhine dengan bom rakutan dan melakukan serangan terkoordinasi di beberapa pos polisi lain sekitar pukul 01.00 dini hari," sebut pernyataan tersebut.
Dalam pernyataan tersebut juga ada daftar 24 kantor polisi yang diserang dan saat ini polisi dan militer terus berperang dengan para gerilyawan.
Pernyataan itu juga menyebut, sekitar 150 pria Rohingya juga mencoba memasuki pangkalan militer yang memicu para militer untuk melakukan serangan balik.
Serangan ini terjadi setelah diadakan sebuah panel yang dipimpin mantan Kepala PBB Kofi Annan yang telah menyelesaikan satu tahun masa penelitiannya dalam rangka memberi masukan berupa solusi jangka panjang bagi pemerintahan Suu Kyi untuk negara yang terpecah akubat kekerasan etnis dan agama itu.
Tim Annan mengatakan Myanmar harus merespon krisis terkait kaum Muslim Rohingya dengan sejumlah penyesuaian tanpa menggunakan kekuatan berlebihan. Dia menambahkan, bahwa radikalisasi bisa menjadi bahaya, jika masalah yang ada tidak segera diselesaikan.