Bisnis.com, JAKARTA – Tiga nasabah Arta Mas Futures kembali mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap perusahaan pialang berjangka komoditas tersebut.
Dalam perkara dengan register No. 103/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Jkt.Pst, terdaftar sebagai pemohon PKPU adalah Buyung Anasril, Kevin Wiradinata, dan Kennard Wiradinata.
Kuasa hukum para pemohon Anita Teresia mengatakan permohonan PKPU baru ini lebih menitikberatkan pada kewajiban PT Arta Mas Futures selaku termohon.
Ketiga nasabah mengklaim PT Arta Mas Futures memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Perusahaan pialang berjangka itu dianggap tidak mencairkan dana investasi, dengan nilai masing-masing Rp2,48 miliar, Rp760,61 juta dan Rp30,39 juta.
“Permohonan PKPU masih sama dengan yang dulu. Kami hanya lebih menegaskan kewajiban termohon untuk segera mencairkan margin investasi,” katanya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Senin (14/8).
Dalam perjanjian perdagangan berjangka, lanjutnya, nasabah dapat menarik dananya apabila margin sudah mencukupi. Namun, dana investasi hingga kini tidak kunjung dicairkan oleh termohon.
Sementara itu, kuasa hukum PT Arta Mas Futures Gatot Santoso mengatakan utang pemohon tidak bisa dibuktikan secara sederhana.
Dengan begitu, dia mengklaim permohonan ini tidak memenuhi syarat Pasal 8 ayat (4) UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Alhasil, lanjut dia, permohonan sudah sepatutnya kembali ditolak oleh majelis hakim.
“Pemohon meminta pengembalian margin. Padahal di data kami, margin tersebut tidak ada,” jelasnya.
Dia menyebutkan investasi pialang berjangka harus dibuktikan terlebih dahulu di Badan Pengawas Perdagangan Berjangk Komoditi (Bappebti). Dia menuturkan Bappebti bisa melacak arus transasksi investasi.
Oleh karena itu, termohon turut mendatangkan saksi ahli dari Bappepti dalam persidangan.
Perkara ini bermula ketika para pemohon tidak dapat mengambil dana investasinya. Padahal, pemohon I telah menempatkan dana sebanyak 12 kali kepada termohon. Total dana yang disetor senilai Rp2,48 miliar dan US$78.678.
Selanjutnya, pemohon II memiliki tagihan Rp760,61 juta dan US$150.118. Terakhir, pemohon III mempunyai piutang Rp30,39 juta dan US$49.874.
Sebelumnya, pemohon dan termohon bersengketa dengan perkara No.78/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Jkt.Pst. Pada perkara No. 78 itu majelis hakim menolak permohonan PKPU pemohon.
Majelis menilai permohonan PKPU tidak jelas atau obscure libels. Pasalnya, dana yang ditagih oleh nasabah bukan merupakan utang-piutang, melainkan perjanjian perdagangan berjangka.