Bisnis.com, JAKARTA - Jalan terjal Indonesia menuju Hari Kemerdekaan, terjadi pada awal abad ke-20. Ada tanda-tanda perubahan dimana-mana di Hindia. Demikian sepenggal kalimat pembuka dalam tulis berjudul Indonesian History di dalam di indonesian-history.blogspot.co.id.
Ekspedisi militer Belanda dan perusahaan swasta, tulisnya lagi, memasuki wilayah pedalaman Sumatra dan pulau-pulau timur. Adanya kapal uap dan Terusan Suez (yang dibuka pada 1869) telah membuat Eropa lebih dekat, dan kehadiran Eropa di Jawa tumbuh dengan mantap.
Toko-toko baru, klub, hotel dan rumah yang ramah menambah keanggunan kosmopolitan ke kota-kota, sementara surat kabar, pabrik, penerangan gas, kereta api, trem, listrik dan mobil memberi kesan khas modernitas. Memang, ribuan imigran Belanda yang baru tiba digerakkan untuk berkomentar mengenai kondisi yang sangat dapat ditolerir yang menyambut mereka di koloni-yaitu, seperti di rumah sendiri atau bahkan lebih baik lagi.
Sumber foto: Youtube.
Namun, jika Hindia Belanda menjadi semakin terpusat, di tempat lain di Asia, modernisasi abad ke-16 membawa serta semangat nasionalisme baru - tercermin dalam Restorasi Meiji dan kemenangan Jepang atas Rusia (1898), revolusi di China (1911) dan reformasi Chulalongkorn di Thailand (1873-1910).
Di india, nasionalisme lamban dalam pengembangan, tapi sama, tak terelakkan. Sejumlah kecil orang Indonesia menerima pendidikan bahasa Belanda, dan pada pergantian abad ini muncul sosok Raden Ajeng Kartini (1879-1904) yang luar biasa, putri seorang aristokrat Jawa yang tercerahkan yang hasratnya bersemangat untuk di emansipasi diartikulasikan dalam sebuah seri. Surat-surat yang ditulis dalam bahasa Belanda (sekarang diterbitkan dalam bahasa Inggris sebagai Letters of a Javanese Princess, dengan kata pengantar oleh Eleanor, Roosevelt).
Ironisnya, dari sudut pandang Belanda, idealisme Eropa Abad 19 memberikan banyak basis intelektual nasionalisme Indonesia. Pada awal 1908, orang-orang Indonesia yang menghadiri sekolah-sekolah Belanda mulai membentuk sejumlah organisasi mahasiswa regional yang didedikasikan untuk kemajuan rekan-rekan mereka. Meskipun kecil, aristokrat dan sangat idealis, organisasi semacam itu tetap menelurkan kelompok pemimpin elit dan menyediakan forum di mana kesadaran nasional yang baru akan terbentuk.