Bisnis.com, PADANG—Setelah harga tiket pesawat yang melonjak periode Ramadan dan Lebaran, inflasi Sumatra Barat juga disebabkan meningkatnya biaya bimbingan belajar (Bimbel) untuk mahasiswa baru.
Sukardi, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar menyebutkan inflasi daerah itu per Juli 2017 disumbang kenaikan tarif pesawat terbang dan biaya bimbel. Sedangkan komoditas pangan cenderung stabil.
“Angkutan udara masih menyumbang inflasi terbesar, juga dari biaya bimbingan belajar. Kalau komoditas pangan justru jadi penghambat inflasi,” ujarnya, Selasa (1/8/2017).
Dia menyebutkan inflsi dua kota yang menjadi barometer ekonomi Sumbar sepanjang bulan lalu yakni di Kota Padang sebesar 0,54% dan Bukittinggi 0,09%.
Dengan laju inflasi kalender Kota Padang sebesar 0,94% dan Bukittinggi deflasi 0,32%, serta inflasi year on year (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya untuk Kota Padang 4,18% dan Bukittinggi 2,06%.
Inflasi ibukota Provinsi Sumbar itu didorong masih tingginya harga tiket pesawat. Kontribusi biaya angkutan udara itu mencapai 0,66% dengan kenaikan 41,08% dari bulan sebelumnya. Selain itu inflasi juga didorong meningkatnya beban pengeluaran untuk biaya bimbel dengan kontribusi 0,14% dan kenaikan 32,98%.
Sementara itu, barang-brang yang selama ini kerap kali menjadi penyebab inflasi seperti cabai merah, bawang merah dan beras justru turun. Cabai merah misalnya justru deflasi 14,63%.
Sukardi mengungkapkan musim mudik Lebaran yang cenderung lama di Sumbar, menyebabkan harga tiket pesawat tetap tinggi.
“Karena ada kebiasaan pulang basamo. Kalau di daerah lain, Lebaran biasanya cuma satu minggu, di Sumbar bisa satu bulan lebih, jadi harga tiket pesawat tidak turun-turun,” sebutnya.
Selain itu, peningkatan biaya bimbel juga membengkak karena ramainya tamatan SMA yang mengikuti pendidikan singkat jelang masuk perguruan tinggi.
Sementara itu, Puji Atmoko, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumbar mengatakan inflasi Sumbar tahun ini cenderung lebih rendah. Terutama dengan kian terkendalinya harga komoditas pangan.
“Saya melihat sekarang lebih stabil untuk komoditas pangan yang sering bergejolak. Ini perlu dipertahankan pemda, tetapi yang lain itu juga perlu diantisipasi,” ujarnya.
Dia menuturkan idealnya inflasi harus jauh lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi, sehingga pendapatan masyarakat tidak tergerus karena menurunnya daya beli akibat inflasi tinggi.
Inflasi rendah, imbuhnya, juga memudahkan pemerintah untuk menerapkan program pembangunan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Namun, inflasi juga tetap diperlukan untuk menaikan nilai tambah produsen.
Puji meyakini inflasi Sumbar tahun ini tidak akan meleset dari perkiraan lembaganya, yakni di kisaran 4% plus minus 1%.