Bisnis.com,JAKARTA - Pansus hak angket KPK berpotensi menjadi kejahatan politik yang dilakukan oleh DPR karena tidak mencerminkan fungsi representasi rakyat.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai rakyat paham benar bahwa DPR tidak berwenang menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelidik, penyidik dan penuntut umum KPK.
“Pelanggaran yang dilakukan oleh KPK hanya bisa diuji dan diberi sanksi melalui mekanisme hukum yang sudah tersedia yaitu praperadilan, atau penggunaan Hak Ingkar, pembelaan dalam perkara pokok sesuai melalui KUHAP dan UU No. 30/2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” paparnya,” Jumat (7/7/2017).
Dengan demikian penggunaan, menurutnya, hak angket DPR terhadap KPK merupakan tindakan kesewenangan-wenangan atau tindakan melampaui wewenang DPR bahkan berpotensi menjadi kejahatan politik yang sangat membahayakan kepentingan rakyat.
“Hal ini akan merusak sistim hukum dan politik hukum yang sudah baku, merugikan rakyat demi menguntungkan koruptor-koruptor yang ada dalam setiap institusi negara termasuk di DPR. Apalagi penggunaan hak angket, dilakukan pada saat KPK sedang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap sejumlah anggota DPR yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi pengadaan dan penganggaran proyek KTP elektronik,” ungkapnya.
Karena itu apabila hak ini tetap saja berlanjut, terlebih-lebih ada agenda untuk meminta keterangan narapidana yang menjalani pidana menunjukkan DPR tidak memiliki etika, kaidah hukum dan seluruh pranata hukum yang tersedia untuk mengontrol seluruh proses hukum dalam setiap perkara tindak pidana korupsi. Dengan demikian, tindakan pansus Hak Angket KPK dapat dikualifikasi sebagai kejahatan politik.
Oleh karena itu, lanjutnya, atas nama serta kepentingan KPK dalam pemberantasan korupsi, maka kekuatan rakyat harus dapat menghentikan pansus hak angket DPR RI termasuk melalui upaya hukum secara perdata dan secara pidana berupa menuntut seluruh anggota pansus telah melakukan kejahatan politik dan kejahatan korupsi. Pasalnya, pansus tidak sejalan dengan tujuan pembuat UU, juga penggunaan dana untuk melakukan penyelidikan telah menggunakan uang negara secara melawan hukum sebesar Rp3 miliar.