Kabar24.com, JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia mencatat jumlah laporan masyarakat tentang perempuan dan anak pada tahun 2016 menerima sebanyak 32 laporan, 5 di antaranya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dalam kateragan resminya Rabu (18?6?2017), sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik menilai penanganan kekerasan pada perempuan dan anak baik sebagai korban secara langsung atau tidak secara merupakan salah satu bentuk maladministrasi.
Berdasarkan investigasi yang dilaksanakan mulai pada 2016 di beberapa kota antara lain di Jawa Barat (Bogor, Bandung dan Cimahi, Sumatera Utara (Medan, Tanah Karo), Sulawesi Selatan (Makasar dan Pare-pare) serta Kalimantan Timur (Balikpapan dan Kutai barat) Ombudsman menemukan adanya maladministrasi dalam penanganan kasus KDRT.
Kelemahan admisnistrasi itu mencakup lemahnya koordinasi antara P2TP2A dan PPA hingga fasilitas penunjang bagi korban kekerasan terhadap anak yang belum sepenuhnya terpenuhi.
Ombudsman pun menegaskan, supaya praktik itu bisa diminimalisir, pemerintah perlu meningkatkan upaya sosialisasi, Kementerian PPA perlu mengupayakan kerjasama secara terus menerus & berkesinambungan dalam rangka penyamaan persepsi yang melibatkan para aparat penegak hukum dan pihak-pihak yang tupoksinya berkaitan dengan penanganan KDRT.
Di samping itu, perbaikan pola koordinasi oleh beberapa Instansi yang terkait penanganan KDRT agar para korban tidak lagi taku atau ragu dalam menyampaikan laporan KDRT yang dialaminya dan laporan tersebut lebih jelas penangannya dan jaminan kenyaman serta keamanannya bagi korban KDRT khususnya anak dan perempuan.