Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR: Jual Beli Status WTP Menyesatkan Tata Kelola Keuangan

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan bahwa jual beli status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berpotensi menyesatkan, selain merusak tata kelola keuangan negara.

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan bahwa jual beli status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berpotensi menyesatkan, selain merusak tata kelola keuangan negara.

Bambang menyampaikan hal itu menanggapi kasus suap auditor BPK dalam penentuan status WTP terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT.

Praktik suap untuk mendapatkan penilaian positif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jelasnya, bisa merusak tata kelola keuangan negara, karena hasil pemeriksaan dan penilaiannya berpotensi menyesatkan.

"Predikat WTP itu menyesatkan karena merusak tata kelola keuangan negara. Berarti, ada praktik jual-beli predikat hasil pemeriksaan BPK," kata Bambang dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (28/5).

Politisi Golkar tersebut menyatakan bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara atau lembaga dan badan lain yang mengelola keuangan negara.

Dalam menjalankan fungsi tersebut, BPK berwenang meminta keterangan atau dokumen dari setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara serta badan lain.

"Kalau auditor BPK manipulatif karena menerima uang suap, laporan hasil pemeriksaan pun pasti tidak jujur atau sarat kebohongan. Akibatnya, gambaran tentang tata kelola keuangan negara menjadi amburadul, karena benar-salah atau untung rugi menjadi sulit ditelusuri," ujarnya.

Menurutnya, suap untuk mendapatkan predikat WTP dari BPK adalah modus pelaku suap untuk menutup-nutupi suatu tindakan penyimpangan atau korupsi anggaran. Ini adalah model lain dari praktik korupsi berjamaah. Kalau modus ini tidak dihentikan, kata Bambang, maka korupsi di Tanah Air sangat sulit diperangi.

"Bukan tidak mungkin modus pemeriksaan dan penilaian seperti pada kasus Kemendes PDTT juga terjadi di kementerian/lembaga negara,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nurbaiti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper