Kabar24.com, JAKARTA--Sidang kasus kematian saudara tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Kim Jong Nam di Mahkamah Sepang Selangor, Malaysia, kembali digelar pada Kamis (13/4).
Terdakwa dalam kasus ini adalah warga negara Indonesia Siti Aisyah dan warga negara Vietnam Doan Thu Huong.
Dalam sistem hukum Malaysia, sidang kedua ini disebut Sidang Sebutan yang digelar di pengadilan rendah (Low Court), karena hanya berisi penjelasan antara tim kuasa hukum terdakwa dan jaksa penuntut umum kepada Majelis Hakim mengenai kelengkapan berkas-berkas administrasi, sebelum perkara dilanjutkan di Mahkamah Tinggi (High Court).
Sidang Sebutan ini dipimpin Hakim Harith Sham Mohammed Yasin didampingi tiga orang panitera, dan dua orang penerjemah yang bertugas menerjemahkan penjelasan tim kuasa hukum dan jaksa penuntut umum kepada Siti dan Doan.
Sidang yang dimulai pada pukul 09.15 waktu setempat diawali d pembacaan dakwaan kepada Siti dan Doan karena telah melakukan pembunuhan atas Kim Chool dan dituntut hukuman mati sesuai Seksyen 302 dan Seksyen 34 Kanun Keseksaan atau pembunuhan berencana.
Dakwaan tersebut ditandatangani Wakil Pendakwa Raya Selangor Muhammad Iskandar Bin Ahmad yang diberi kuasa sebagai pengacara negara Malaysia.
Usai dakwakan dibacakan, kuasa hukum Siti Aisyah Gooi Soon Seng dari firma hukum Gooi and Azura, meminta ijin kepada Hakim Harith untuk menyampaikan protes terkait investigasi kasus pembunuhan itu dan meminta supaya protesnya dapat direkam.
"Pertama adalah ketika klien kami ditahan oleh polisi, kami kemudian beberapa kali meminta ijin untuk menemui klien kami, namun permintaan kami ditolak oleh kepolisian," ujar Gooi.
Gooi mengatakan pihaknya baru mendapatkan ijin untuk bisa menemui Siti setelah Siti ditetapkan sebagai tersangka oleh pengadilan pada Selasa (1/3).
"Setiap pertemuan dibatasi hanya 45 menit, itu pun hanya boleh dilakukan pada hari Senin hingga Kamis dan harus mengajukan permohonan kunjungan tiga hari sebelumnya," kata Gooi.
Hingga sidang kedua berlangsung, Gooi mengungkapkan hanya dapat melakukan kunjungan sebanyak enam kali.
Hal tersebut dinilai Gooi menyebabkan pihaknya kehilangan waktu untuk mendapatkan keterangan Siti untuk mempersiapkan pembelaan.
Rekaman Protes kuasa hukum Siti juga terkait dengan hilangnya rekaman kamera pemantau di beberapa lokasi lain karena adanya durasi penyimpanan. Rekaman dari beberapa kamera pemantau lain dikatakan Gooi dapat menjadi bukti untuk pembelaan.
Pihak kuasa hukum Siti menyatakan telah beberapa kali mengingatkan pihak kepolisian untuk mengamankan rekaman dari beberapa kamera pemantau lainnya, segera setelah Siti ditangkap.
Rekaman dari kamera pemantau yang terpasang di beberapa titik lain di lokasi terjadinya pembunuhan menurut Gooi dapat memperlihatkan apa yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa itu terjadi.
"Permohonan kami kepada pihak kepolisian termasuk dengan menyediakan rekaman dari kamera pemantau tersebut kepada kami, sehingga kami dapat mempersiapkan pembelaan dengan lebih cepat serta melihat fakta lainnya," kata Gooi.
Tidak hanya itu, tim kuasa hukum Siti juga meminta kepolisian untuk menyediakan salinan dari rekaman pernyataan Siti Aisyah serta tiga orang Korea Utara yang turut menjadi tersangka, namun diberi ijin oleh pemerintah Malaysia untuk kembali ke Korea Utara.
"Lima kali kami meminta, tapi tidak pernah dijawab bahkan satu kata pun," kata Gooi.
Salinan dari rekaman pernyataan Siti, Doan, dan ketiga orang Korea Utara itu dibutuhkan untuk mempersiapkan pembelaan, kata Gooi. Apalagi melihat kondisi dan situasi yang sedang terjadi di Korea Utara, Gooi meyakini ketiga warga korea yang menjadi tersangka lainnya tidak akan kembali ke Malaysia untuk dihadirkan dalam persidangan.
Lebih lanjut Gooi berpendapat, petugas investigasi tidak sekedar bertugas untuk menunjang tuntutan untuk meyakinkan Jaksa Penuntut Umum, namun harus mampu mengungkapkan fakta dalam suatu kasus sehingga keadilan dapat ditegakkan.
Dalam hal ini Gooi berharap pihak kepolisian menjalankan tugas mereka secara objektif dan berkeadilan.
"Artinya tidak perlu ada penahanan atas rekaman kamera pemantau hingga terhapus karena durasi waktu, sekalipun rekaman itu mungkin tidak diperlukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Padahal kami sudah ingatkan bahwa rekaman lainnya juga penting untuk diinvestigasi," protes Gooi.
Konsep peradilan yang adil, lanjut Gooi, menuntut adanya rekaman kamera pemantau yang disediakan untuk pembelaan di awal kesempatan.
"Proses persidangan adalah hal yang sakral karena membawa keadilan untuk semua pihak," kata Gooi.
Karenanya, ia meminta ada kesetaraan antara pihak Jaksa Penuntut Umum serta pihak kuasa hukum.
"Tidak adanya kesetaraan dapat menguntungkan satu pihak yang kemudian diam-diam menyiapkan senjata untuk menyerang pihak lain, jangan sampai persidangan digelar dengan tujuan untuk menyerang," kata Gooi menutup protesnya.
Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum dari Doan, Dato' Naran Singh dan Teh Poh Teik, mengajukan protes serupa. Mereka juga menyatakan telah meminta salinan rekaman pernyataan dari Doan dan tiga warga Korea Utara lainnya kepada kepolisian namun tidak pernah dijawab.
"Dua kali kami mengirimkan surat ke kepolisian untuk bisa memberikan kopi dari rekaman pernyataan klien kami dan tiga tersangka warga Korea Utara lain, tapi tidak pernah dijawab," kata Dato' Naran.
Usai protes yang diajukan oleh tim kuasa hukum Siti dan Doan, pihak Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan bahwa pihaknya belum dapat menyelesaikan berkas tuntutan karena masih ada berkas investigasi yang belum diserahkan oleh pihak kepolisian.
Namun Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan berkas apa yang dimaksud.
Akibatnya, Hakim Harith memerintahkan supaya Sidang Sebutan kembali digelar pada 30 Mei 2017, supaya berkas-berkas dapat segera dilengkapi dan perkara ini bisa segera dinaikkan ke tingkat Mahkamah Tinggi.