Kabar24.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang - undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda untuk sebagian, terkait pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh gubernur atau menteri.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menjelaskan keberadaan Pasal 251 ayat (2) dan ayat (3) UU Pemda telah menegasikan peran dan fungsi Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dalam hal ini Perda Kabupaten/Kota, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.
Adapun Pasal 251 ayat (2) dan ayat (3) UU Pemda memberi kewenangan kepada menteri dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk membatalkan Perda Kabupaten/Kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Dalam putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, mengabulkan permohonan sepanjang pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), dan ayat (8) serta ayat (4) sepanjang frasa ‘pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat’.
Pembatalan Perda Kabupaten/Kota melalui keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4) UU Pemda, menurut Mahkamah tidak sesuai dengan rezim peraturan perundang-undangan yang dianut Indonesia. Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 UU 12/2011 tidak mengenal keputusan gubernur sebagai salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Menurut Mahkamah terjadi kekeliruan ketika Perda Kabupaten/Kota sebagai produk hukum yang berbentuk peraturan (regeling) dapat dibatalkan dengan keputusan gubernur sebagai produk hukum yang berbentuk keputusan (beschikking).
Terhadap putusan mengenai Perda Kabupaten/Kota, empat hakim konstitusi memiliki pandangan berbeda.
“Khusus terhadap dalil para Pemohon dalam pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), kami berpendapat bahwa norma UU Pemda tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tutur I Dewa Gede Palguna. Tiga hakim lain yang memiliki pendapat berbeda, a.l Arief Hidayat, Maria Farida Indrati, dan Manahan MP Sitompul.
Terpisah, Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pujianto mengatakan keputusan MK berpotensi menghambat upaya Presiden dalam deregulasi, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Keputusan ini mengagetkan, tentu akan melapor ke Presiden. Ini kan ranahnya eksekutif kenapa dibatalkan," tuturnya, Rabu (5/4/2017).
Lebih lanjut, pembatalan Perda Kabupaten/Kota melalui keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4) UU Pemda, menurut Mahkamah tidak sesuai dengan rezim peraturan perundang-undangan yang dianut Indonesia.
Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 UU 12/2011 tidak mengenal keputusan gubernur sebagai salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.