Kabar24.com, JAKARTA - Terdakwa penyuap petugas Direktorat Pajak Kementerian Keuangan, Ramapanicker Rajamohanan Nair dituntut pidana penjara empat tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair enam bulan penjara karena terbukti memberikan hadiah kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Dalam pembacaan tuntutan, Tim Penuntut Umum yang diketuai oleh Alif Fikri menguraikan bahwa atas saran Rudi Musdiyono, kenalan bisnis terdakwa, Mohan menemui Handang Soekarno, Kasubdit Bukti Permulaan DJP Kemenkeu pada 6 Oktober 2016 dan meminta Handang untuk meminta bantuan penyelesaian pembatalan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2014 dan 2015 dengan total Rp78 miliar.
Pertemuan itu kembali diulangi lagi pada pertengahan Oktober 2016 dan terdakwa kembali meminta bantuan Handang untuk menyelesaikan persoalan pajaknya dan Handang menjanjikan akan memebantu menyelesaikan persoalan tersebut.
“Handang kemudian meminta Donald Geri, stafnya untuk membantu penyelesaian persoalan tersebut dan berkomunikasi dengna Siswanto, Akunting PT EK Prima Ekspor Indonesia, yang dibuktikan dengan transkrip percakapan yang ditampilkan di persidangan” papar penuntut umum.
Handang juga membenarkan bahwa pihaknya bersepakat dengan terdakwa terkait pemberian uang sebesar Rp6 miliar yang merupakan komisi 10% dari pokok utang pajak sebesar Rp52 miliar atau Rp5,2 miliar serta Rp1 miliar sebagai komisi untuk menghapuskan denda pajak.
“Manajer Keuangan PT EK Prima Ekspor Indonesia Tera Canestren juga membenarkan pihaknya menyiapkan uang Rp2 miliar untuk diberikan kepada Handang dan juga akan diberikan kepada Muhammad Haniv Kanwil Jakarta Khusus,” papar Penuntut Umum.
Dalam transkrip percakapan whatsapp, Handang membenarkan bahwa dia mendapatkan pesan dari terdakwa yang menyatakan bahwa uang sebesar Rp6 miliar yang akan diberikan sudah termasuk untuk Muhammad Haniv dan penyerahannya dilakukan pada 21 November 2016 dengan memberikan uang sebesar US$148.500 atau setara dengan Rp1,9 miliar.
Karena itu, paparnya, perbuatan terdakwa sudah memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 Huruf A Undang-undang (UU) No.31/1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yakni menjanjikan atau memberikan hadiah kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Perbuatan terdakwa dianggap tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi dan mencederai upaya menjadikan birokrasi bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme. Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan menyesali perbuatannya.
“Terdakwa dituntut bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan pidana kurangi selama empat tahun dikurangi masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan dan diperintahan untuk ditahan dan meminta berang bukti dalam persidangan ini akan digunakan dalam persidangan Handang Soekarno,” kata Penuntut Umum.
Dalam tuntutan itu Penuntut Umum mengatakan bahwa kesaksian Ken Dwijugiasteadi terkait pertemuannya dengan Arif Budi Sulistiyo dan Rudi Musdiyono pada 23 September 2016 patut dikesampingkan. Dalam persidangan, Ken mengatakan pertemuannya dengan Arif dan Rudi hanya membicarakan terkait pengurusan pajak pribadi kedua pengusaha tersebut.
Padahal, dalam UU No 11/2016 sudah dijelaskan secara terperinci mengenai tata cara pengurusan pengampunan pajak dan DJP telah membentuk tim sosialisasi sehingga Arif dan Budi dianggap sudah mengetahui tentang tata cara pengajuan melainkan juga membicarakan tentang persoalan perpajakan PT EK Prima Ekspor Indonesia dengan bukti percakapan watsapp antara Arif dan Handang pada 3 Oktober.