Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

G-20: Perubahan Komunikasi Kebijakan Global AS Bawa Efek Buruk

Perubahan yang mendasar dalam komunikasi kebijakan global Amerika Serikat dalam pertemuan G20 dinilai akan memicu sulitnya perumusan kesepakatan perdagangan dan investasi multilateral di masa mendatang.
Pekerja bidang manufaktur di Amerika Serikat/Reuters
Pekerja bidang manufaktur di Amerika Serikat/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Perubahan yang mendasar dalam komunikasi kebijakan global Amerika Serikat dalam pertemuan G20 dinilai akan memicu sulitnya perumusan kesepakatan perdagangan dan investasi multilateral di masa mendatang.

Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) M. Faisal berpendapat komunikasi kebijakan ekonomi Negeri Paman Sam yang lebih menekankan adanya kerugian dari kerja sama multilateral akan berimbas pada pola kerja sama secara global.

“Kesepakatan perdagangan multilateral akan semakin susah maju ke depan, tapi kerja sama bilateral masih punya masa depan cerah,” katanya, Senin (20/3/2017).

Seperti diketahui, dalam pertemuan G20 di Baden-Baden, Jerman pada 17-18 Maret 2017, Amerika Serikat dalam komunikasi kebijakan globalnya menyatakan pandangan terkait kerugian yang muncul dari hubungan perdagangan dan investasi dalam lingkup kerja sama multilateral.

Pandangan tersebut dinilai sangat berbeda dengan semangat kerjasama G20 yang dilahirkan pada saat dunia mengalami krisis keuangan global. Kerja sama ini dinilai berhasil mengembalikan kestabilan dan memperkuat koordinasi kebijakan ekonomi global.

Bagi Indonesia, menurut Faisal, sinyal tersebut harus menjadi momentum untuk mengevaluasi seluruh kesepakatan multilateral. Dia berpendapat pemerintah sebaiknya tidak memaksakan untuk bergabung dengan agenda-agenda multilateral yang tidak menguntungkan.

Kesepakatan bilateral, terutama yang berkaitan dengan free trade agreement (FTA), tuturnya, lebih relevan untuk menjawab kebutuhan dua negara. Kesepakatan multilateral yang melibatkan banyak aspek sebenarnya terlalu kompleks dan biasanya tidak memberikan manfaat yang seimbang.

Dalam konteks G20, dia menilai perlu ada evaluasi mengenai mekanisme kerja sama yang sudah dilakukan selama ini. Evaluasi tersebut bisa difokuskan pada permasalahan perdagangan yang adil dan gap antara negara maju dan berkembang.

“Termasuk bagaimana aturan-aturan global yang selama ini dibangun lebih inklusif dengan lebih mengakomodasi atau mendengarkan kepentingan negara-negara berkembang. Selama ini aturan global termasuk dalam G20 masih sangat didikte oleh kelompok negara maju,” jelasnya.

Pada prakteknya selama ini, menurut Eric Sugandi, Chief Economist SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC), perjanjian kerja sama ekonomi internasional lebih efektif dalam bentuk bilateral dari pada multilateral.

“AFTA mungkin salah satu contoh kerjasama multilateral yang bisa berjalan, walau tetap saja  masing-masing negara Asean lebih banyak berdagang dengan negara-negara besar di luar Asean seperti Cina, Amerika dan Jepang dari pada dengan sesama Asean,” ucapnya.

Politis

G20, sambungnya, lebih merupakan pertemuan yang bersifat politis dan hanya menghasilkan communiqué atau pernyataan bersama dan tidak mengikat. Seringkali, Amerika Serikat memang memasukkan agenda yang berkaitan dengan kepentingan nasionalnya dan bukan agenda utama negara-negara lain.

Menurutnya, Indonesia tidak perlu berharap banyak dari G20. Secara politis, posisi Indonesia juga tidak cukup kuat untuk bisa ‘melawan’ pembelokan-pembelokan agenda oleh Amerika Serikat.

Dalam keterangan resmi Kemenkeu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengingatkan G20 harus mampu menjaga komitmen kerjasama tersebut untuk menghindari kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan satu negara dan berakibat buruk bagi negara lain.

Para Menteri menyerukan agar kesepakatan sistem perdagangan internasional dapat terus didukung. Salah satu bahasan yang terkait isu ini adalah komitmen untuk menghindari devaluasi nilai tukar untuk semata-mata bertujuan kompetisi perdagangan masing-masing negara.

Meskipun demikian, kesepakatan mengenai pentingnya terus menjaga perdagangan dunia yang berdasarkan aturan global tidak dapat disepakati. Hasil tersebut dinilai sangat mengecewakan karena memberikan tanda bahwa aturan yang mengikat secara global tidak lagi menjadi dasar hubungan ekonomi dan perdagangan dunia.

“Artinya negara kuat akan mendikte dan mendominasi hubungan menurut kepentingan mereka sendiri, bukan atas kepentingan bersama. Hal ini harus diantisipasi oleh Indonesia dalam merumuskan kebijakan ekonomi ke depan,” tulis pihak Kemenkeu.

Kendati communiqué bidang perdagangan tidak mencapai kesepakatan, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral tetap mendorong seluruh anggota mempertegas komitmen strategi penciptaan ekonomi yang kuat.

Indonesia, dalam keterangan resmi Bank Indonesia (BI), mendukung agenda presidensi Jerman dalam penyusunan panduan resiliensi, di tengah meningkatnya ketidakpastian global terkait dengan arah kebijakan negara maju, risiko geopolitik, dan tren proteksionisme.

Upaya penguatan resiliensi itu juga didukung dengan penguatan jaring pengaman keuangan global (global financial safety net / GFSN) dan adanya kolaborasi antara jaring pengaman keuangan regional (regional financial arrangement / RFA).

“Masih sejalan dengan penguatan resiliensi, Indonesia juga mendukung pembahasan G20 tentang manajemen aliran modal (capital flows management / CFM),” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Kendati telah meliberalisasi aliran modal sejak 35 tahun lalu, keterbukaan aliran modal disadari juga menimbulkan risiko terkait volatilitas aliran modal yang berlebihan. Untuk memitigasi risiko ini, Indonesia memandang CFM penting sebagai pelengkap kebijakan makroekonomi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper