Kabar24.com, JAKARTA- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu tidak akan membicarakan aduan yang berasal dari Basuki Tjahaja Purnama maupun Anies Baswedan terkait dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilihan umum, di luar sidang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membenarkan adanya laporan yang masuk ke KPK terkait dugaan penyimpangan dana pameran buku di Frankfurt, Jerman pada 2015 lalu sebesar Rp 146 Miliar yang dilakukan oleh Calon Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqqie mengungkapkan bahwa kedua belah kubu sudah saling melaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pihaknya bakal membawa dua aduan tersebut ke dalam persidangan yang bakal digelar sebelum pencoblosan putaran kedua, 19 April 2017.
“Apapun keputusannya saya rasa tidak akan mengganggu pelaksanaan pilkada putaran kedua karena bisa diambil alih oleh penyelenggara di atasnya yakni KPU Pusat,” ujarnya, Jumat (10/3/2017).
Menurutnya, dalam memutuskan suatu aduan dalam persidangan, pihaknya akan mempertimbangkan aturan tertulis serta tidak lupa menilai berdasarkan tata etika kepantasan terhadap penyelenggara pilkada di ibukota itu.
Dia mengungkapkan bahwa kubu Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-SAndiaga Uno saling melaporkan para penyelenggara pemilu.
Kubu Ahok-Djarot melaporkan KPUD sementara kubu Anies-Sandi mengadukan Bawaslu DKI Jakarta. Atas dasar itu, pihaknya akan menilai dugaan pelanggaran etika dalam persidangan dan tidak ingin berpolemik lebih jauh melalui media massa.
“Sidang aduan terkait penyelenggara pilkada di DKI Jakarta akan kami pisahkan dengan sidang aduan lainnya dan menggunakan tempat yang lebih besar karena pilkada ini menyedot perhatian publik di seluruh Indonesia,” lanjutnya.
Terakhir, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mengadukan KPUD dan Bawaslu DKI Jakarta ke DKPP pada Jumat siang, atas dugaan pelanggaran etik karena mengikuti pertemuan tertutup dengan tim pemenangan Ahok-Djarot.
Ketua Dewan Penasehat ACTA, Hisar Tambunan mengatakan, kehadiran mereka di pertemuan tersebut jelas merupakan pelanggaran serius kode etik penyelenggara pemilu.
“Khususnya Pasal 13 huruf f yang mewajibkan penyelenggara pemilu bersikap dan bertindak nonpartisan dan imparsial dengan menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas, menghindari diri dari intervensi pihak lain,” katanya.