Revitalisasi Kota Tua Mutiara dari Timur Kembali Bersolek
Barangkali, linangan air mata Lin Che Wei merupakan bukti keseriusannya untuk mewujudkan cita-cita supaya kawasan Kota Tua di tepi sungai Ciliwung itu dapat segera direvitalisasi.
Bisnis.com, JAKARTA-Barangkali, linangan air mata Lin Che Wei merupakan bukti keseriusannya untuk mewujudkan cita-cita supaya kawasan Kota Tua di tepi sungai Ciliwung itu dapat segera direvitalisasi.
Pengamat ekonomi dan pecinta seni ini menuturkan selama 5 tahun ini tidak pernah lelah mengajak berbagai kalangan untuk membuat Kota Tua yang pernah disebut sebagai Mutiara dari Timur untuk kembali bernyawa.
Bersama dengan kolektor seni Oei Hong Djien dan budayawan Goenawan Mohamad, mereka merangkul banyak kalangan baik pemerintah atau swasta untuk peduli dengan Kota Tua. Bicara tentang revitalisasi Kota Tua dipastikan membutuhkan dana yang luar biasa besar.
Namun demikian, tantangan tersebut tidak menyurutkan langkah para penggeraknya. Hasilnya, konsorsium bernama PT Pembangunan Kota Tua Jakarta (Jakarta Old Town Revitalization Corporation/JOTRC) diresmikan bersamaan dengan berdirinya Kelompok Pelestarian Budaya Kota Tua Jakarta (Jakarta Endowment For Art & Heritage/JEFORAH) pada 30 Januari lalu.
Program revitalisasi Kota Tua yang diluncurkan JOTRC dan JEFORAH didukung oleh PT. Intiland Development Tbk., PT. Kawasan Industri Jababeka Tbk., PT. Plaza Indonesia Reality Tbk., PT. Ciputra Develompment Tbk., PT. Best Engineering Contractor and Agencies Indonesia, PT. Kurnia Jaya SUkses, PT. Muara Wisesa Samudra, PT. Saratoga Intiperkasa, dan PT. Mintra Lintas Surya.
Sementara itu, dari perwakilan BUMN terdapat PT Pos Indonesia dan PT Pelindo II. Dalam struktur organisasi, duduk sebagai Dewan Penasehat selaku perwakilan dari Pemprov DKI adalah Deputi Gubernur DKI bidang Pariwisata dan Kebudayaan Sylviana Murni, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Arie Budiman, dan Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Sarwo Handayani.
Sementara itu, kepengurusan dalam JOTRC dan JEFORAH dipegang oleh SD Darmono sebagai Chairman Board of Trustee, Chairman Board of Advisor Goenawan Mohamad, Anggota Board of Advisor bidang Hubungan Kelembahaan Sofyan Djalil, anggota Board of Advisor bidang Seni Rupa dan Museum Oei Hong Djien, anggota board of Advisor bidang Arsitektur dan Heritage Han Awal, CEO Board of Executive Lin Che Wei dan Arnes Lukman, serta Vice CEO Board of Executive Teten Masduki. Lin Chie Wei menyatakan dana awal yang dikelola telah mencapai US$9 juta. “Saat ini 11 investor telah menyatakan minat. Saya menargetkan hingga 20 investor atau lebih,” ujarnya.
Konsorsium JOTRC dan JEFORAH memiliki enam fokus utama menjadikan kawasan Kota Tua Jakarta layak untuk dihidupkan kembali. Salah satu fokus yang akan diimplementasikan adalah menjadikan kawasan ini sebagai tempat seni dan budaya, pendidikan, dan gaya hidup.
Lahan yang direncanakan akan direvitalisasi akan mencapai 518 hektare, dan target gedung yang direvitalisasi mencapai 85 bangunan. Program jangka pendek yang dilakukan oleh JOTRC dan JEFORAH adalah merevitasliasi Taman Fatahillah, dengan mengubah fungsi kantor pos di kawasan Kota Tua menjadi pusat kunjungan dan galeri seni.
Budayawan Goenawan Mohamad menyatakan meskipun anggota konsorsium tidak sedikit berasal dari pengembang, tetapi bukan berarti kemudian dapat menjadikan Kota Tua menjadi pusat industri. “Saya senang beberapa pengusaha terlibat dan berkomitmen kuat dalam aksi sosial ini,” tuturnya.
Pembukaan proyek revitalisasi Kota Tua dijadwalkan berlangsung pada 13 Maret. Pembukaan ini diramaikan dengan Jakarta Contemporary Art Space dan Visitor Center. Oei Hong Djien selaku penanggung jawab bidang seni rupa konsorsium, menggaet 47 seniman ternama seperti Agus Suwage, Nasirun, Arin Dwihartanto, Davy Linggar, Dolorosa Sinaga, Entang Wiharso, Made Wianta dan lain untuk memamerkan karya selama 6 bulan berturut-turut. Pameran berlangsung di Kantor Pos yang sekarang ini sudah mulai direvitalisasi.
Djien mengharapkan gedung yang sudah dapat difungsikan itu menjadi tempat yang mewakili para seniman kontemporer di Indonesia. Sementara itu, Visitor Center akan dijadikan sebagai pusat informasi dan interaksi antara pemilik bisnis dan para ahli semacam arsitek, urban planner, analis, dan ahli hukum. “Masalah yang dihadapi seni rupa di Indonesia salah satunya mereka tidak memiliki sarana. Semoga ini menjadi awal yang baik,” ujarnya.
Sejarah Kota Tua
Semua bermula saat penjelajah legendaris asal Inggris, James Cook menjejakkan kaki di kota ini pada 1770. Dia tidak menyembunyikan kekagumannya terhadap keindahan struktur tata ruang kota dan keindahan bangunan. Dia langsung menyebut Kota Tua sebagai The Pearl of Orient atau Mutiara dari Timur. Kota ini dilihatnya sangat mirip dengan Amsterdam, Belanda. Tidak mengherankan karena Kota Tua memang dipersiapkan untuk menjadi salinan ibu kota negeri Kincir Angin itu. Tidak hanya Mutiara dari Timur yang menjadi sebutannya. Kota Tua juga disebut sebagai Koningen van Oosten atau Ratu dari Timur.
Kota Batavia didirikan di sebuah wilayah dulunya bernama Jayakarta (1527-1619). Daerah ini sangat dekat dengan pelabuhan Kesultanan Banten yang bernama Sunda Kalapa. Sebelumnya, pelabuhan itu sudah dipersiapkan sebagai sarana perdagangan antarpulau di Nusantara. Pada 1610, pelabuhan Sunda Kelapa dan Jayakarta diserang oleh perusahaan dagang Belanda, Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), pimpinan Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen. Pada 1620, VOC mulai membangun kota yang baru, tepat di atas reruntuhan Kota Jayakarta tersebut.
Pembangunan kota selesai pada 1650. Awalnya areal kota Batavia berdiri di atas lahan seluas 139 hektare, tetapi diperluas menjadi 846 hektare. Perluasan itu meliputi Pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, hingga ke arah selatan yaitu Pecinan Glodok. Namun demikian, kawasan inti Kota Tua hanya meliputi bangunan Balaikota atau Museum Fatahillah dan sekitarnya. Di sepanjang kawasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat, berderet bangunan arsitektur Eropa dan China gaya abad ke-17 hingga abad ke-20.
VOC menamai kota baru itu sebagai Batavia, dengan pusat kota berada di sekitar Taman Fatahillah. Nama Batavia diambil VOC untuk menghormati leluhur bangsa Belanda, yaitu Batavieren. Penduduk pribumi multietnis di kawasan ini kerap disebut sebagai Betawi, dari kata Batavianen. Di tempat inilah, VOC mengendalikan kekuasaan administratif di Nusantara, hingga dilanjutkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Nama Batavia yang digunakan sejak 1621 bertahan hingga Jepang menaklukkannya pada 1942. Jepang yang kemudian mengganti nama Batavia menjadi Jakarta, dan tidak berubah hingga saat ini.
Kawasan Kota Tua memang patut dilestarikan karena peristiwa historis dan keterikatan manusia akan masa lalu akan selalu terasa di jatung Mutiara dari Timur.
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah
secara
mendalam untuk menavigasi bisnis
Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.