Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korporasi Terlibat Korupsi, KPK Gunakan Peraturan Mahkamah Agung

KPK mulai menerapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 13/2016 tentang tata cara pemidanaan korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi.
Gedung KPK./JIBI-Abdullah Azzam
Gedung KPK./JIBI-Abdullah Azzam

Kabar24.com, JAKARTA - KPK mulai menerapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 13/2016 tentang tata cara pemidanaan korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi.

Dengan mengacu pada Perma itu, maka KPK dapat menetapkan korporasi-korporasi nakal yang melakukan korupsi sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif tak menampik adanya dilema teknis yang akan dialami KPK, jika ternyata korporasi yang diduga melakukan korupsi itu adalah milik negara.
Pasalnya, dalam pembangunan proyek hambalang sejumlah korporasi milik negara disebut-sebut menerima aliran dana.

“Yah jadi sebenarnya dilemanya itu gak ada. Korporasi yah korporasi tetapi itukan uang negara jadi uang negara kalau kita hukum korporasinya. Misal saya hukum BNI, BNI kan perusahaan negara, terus uang BNI diambil dan masuk ke kemenkeu yah sama sajakan sama-sama uang negara, itu dilema teknis dan di Luar Negeri juga kayak di Belanda, mereka itu lebih fokus pada korporasi murni bukan korporasi milik negara,” ujar Laode di Gedung KPK, Senin (9/1/2017).

Dikatakan, jika memang ada korporasi milik negara yang melakukan korupsi, maka pihak yang diminta pertanggung jawaban adalah orang-orang yangn diduga terlibat didalamnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan Perma tersebut menjadi pintu masuk KPK selain mengacu pada UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK dalam menindak korporasi. Pasalnya, sebelum dibentuk Perma itu, masih terdapat kegamangan di antara penegak hukum dalam melihat perkara pidana yang berkaitan dengan kejahatan korporasi, kendati terdapat banyak yurisprudensi.

Tak hanya itu, selama ini aparat penegak hukum pun hanya bisa menjerat oknum dari korporasi sedangkan korporasi yang melakukan korupsi selalu lolos dari jerat hukum.

“Ya ini kan impian banyak orang tidak hanya penegak hukum atau KPK saja, Tapi aktivis NGO, teman-teman koalisi, para Korban aktifitas ekonomi yang merusak lingkungan misalnya dan lain lain. Pintu masuk kita tetap UU TPK dan UU KPK. Jadi akan ada beberapa upaya dan inovasi dalam kaitan penindakan yang implikasinya tentu pencegahan,” ujar Saut.

Perma tersebut juga menjadi celah bagi aparat penegak hukum termasuk KPK dalam menjerat beneficial ownership (BO) selaku pemilih korporasi di mana jarang sekali nama BO tercantum dalam strukturan perusahaan.

“Saya pikir untuk tindak langsung ke BO bisa, karena para BO ini dalam banyak kasus terkait dengan perusahaan yang transaksionalnya dominan,” papar Saut.

Adapun jerat hukum bagi korporasi tersebut merupakan hasil koordinasi antara aparat penegak hukum. Jerat hukum korporasi itu penting selain penindakan hukum juga terkait dengan kemudahan berusaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper