Bisnis.com, YOGYAKARTA - Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhadjir Darwin menilai bahwa bangsa Indonesia belum sepenuhnya bebas dari ancaman teror.
"Peristiwa pemboman di gereja di Samarinda dapat mengingatkan kepada kita semua, terutama kepada pemerintah, bahwa Indonesia belum sepenuhnya bebas dari ancaman teror," ujar dia saat ditemui di Kampus Program Doktor Studi Kebijakan UGM, Yogyakarta, Senin (14/11/2016).
Meski demikian, ia mengatakan bahwa peristiwa bom di Samarinda itu tidak berhubungan dengan kasus Ahok di Jakarta.
"Sejauh yang saya tahu dari pemberitaan di media, bom itu dilemparkan oleh mantan teroris ke gereja. Ini jelas teror, tapi sepertinya tidak ada hubungannya dengan kasus Ahok," kata dia.
Menurut dia, di Indonesia sewaktu-waktu dapat terjadi teror, karena masih ada di Indonesia orang yang berpotensi melakukan teror.
Karena itu, langkah antisipatif dan penindakan secara tepat terhadap orang yang diduga akan melakukan teror, seperti yang dilakukan oleh Densus 88 selama ini, masih perlu dilanjutkan, kata dia.
"Demikian juga, perbaikan kurikulum pada pendidikan agama mungkin juga perlu dilakukan secara intens, mulai dari kelompok usia yang sangat muda hingga ke usia dewasa," terang Muhadjir.
Selain itu, lanjut dia, anak didik di lembaga pendidikan agama juga perlu dibekali dengan wawasan kebangsaan, toleransi agama dan nilai-nilai multikulturalisme.
Intinya, semua pihak terkait dan masyarakat perlu diberikan materi pendidikan agama yang mengedepankan diskusi dan menghargai kelompok-kelompok yang berbeda.
BOM GEREJA OIKUMENE SAMARINDA: Indonesia Belum Bebas dari Ancaman Teror
Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhadjir Darwin menilai bahwa bangsa Indonesia belum sepenuhnya bebas dari ancaman teror.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium