Kabar24.com, PEKANBARU-- Kebakaran hutan dan lahan di Riau menghanguskan 3.810 hektare lahan. Pemerintah mencatat 72 ha lahan terbakar selama satu setengah bulan.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Riau mencatat total lahan yang terbakar mencapai 3.732 ha selama Januari hingga Agustus. Kebakaran umumnya terjadi di wilayah gambut.
Praktisi lingkungan hidup Riau, Jikalahari menilai Riau mengabaikan penangan di hulu dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Koordinator Jikalahari Woro Supartinah menjelaskan persoalan hulu tersebut seperti review izin monopoli kawasan hutan dan lahan oleh korporasi, pengukuhan kawasan hutan, menyelesaikan konflik agraria, memperluasnya ruang kelola rakyat dan mengembalikan hutan tanah masyarakat adat.
"Timbulnya korban akibat karhutla karena pemerintah pusat dan daerah tidak menyelesaikan persoalan Hulu karhutla," katanya, belum lama ini.
Woro mengatakan Pemprov Riau hanya fokus pada persoalan hilir, yaitu memadamkan api dan melupakan pembenahan yang lebih sistematis di hulu persoalan. Padahal jika pembenahan di hulu diprioritaskan, jatuhnya korban bertambah dapat dicegah.
Presiden Joko Widodo diminta segera bentuk Badan Khusus Menyelesaikan persoalan tata kelola lingkungan hidup, kehutanan dan lahan. Dengan kerja khusus persoalan Hulu.
"Karena KLHK dan Pemda Riau tak sanggup melawan korporasi dan Cukong. Kita butuh Presiden langsung turun tangan, sebagai wujud negara hadir," katanya.
Sementara itu, Wakil Komandan Tim Satgas Pencagahan Karhutla Edwar Sanger mengatakan luasan lahan lebih besar dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5.000 ha.
Dia mengklaim Tim Satgas Karhutla telah berhasil mencegah karhutla karena luasan lahan lebih rendah dari tahun lalu.
"Pemadaman bisa diatasi dengan cepat karena musim kemarau ini diterpa badai La Nina atau musim kemarau yang basah," katanya.
Edwar mengatakan kebakaran masih banyak ditemukan lahan perkebunan sawit dan hutan lepas. Dia tak menampik bahwa kebakaran itu dilakukan dengan sengaja. Karena diterpa musim panas dengan tingginya curah hujan, Edwar memastikan Riau bebas kabut asap, tahun ini.
Akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi selama 19 tahun, pihak luar negeri enggan menerima komoditas CPO dari Riau, seperti Eropa dan Australia.
Australia dan Eropa masih membatasi permintaan cruide palm oil dari Riau karena mereka masih menilai indistri perkebunan sawit rentan terlibat kebakaran hutan dan lahan, meski pemerintah mengklaim pencegahan karhutla tahun ini lebih baik dari tahun lalu.
Shaun Anthony, Senior Treasury Representative - South East Asia, Kedutaan Besar Australia mengatakan pihaknya dan negara lain tidak akan mengambil komoditi tersebut jika Riau belum mampu menyelesaikan persoalan kebakaran hutan dan lahan.
"Riau memiliki produksi CPO terbesar di dunia. Namun, Eropa dan Australia masih beranggapan buruk dengan industri sawit di Riau. Karena sering terjadi kebakaran hutan dan lahan," katanya saat ditemui bisnis.
Dia tidak menampik bahwa membatasi permintaan CPO dari Riau akan berdampak buruk terhadap harga komoditas tersebut. Hal itu juga akan berdampak dengan perekonomian Riau dan Indonesia.
Shaun berpendapat selain mencegah terjadinya karhutla, Riau juga harus meningkatkan kualitas produksi CPO agar permintaan negara tujuan ekspor dapat terjaga.
Saat ini, kebakaran hutan dan lahan masih terjadi di beberapa areal perkebunan sawit di Riau. Namun, tidak sebesar kebakaran pada tahun lalu. Karhutla telah terjadi di Riau semenjak 19 tahun.
Data Kamar Dagang Industri Riau menunjukkan total produksi CPO di Riau mencapai 6,5 juta ton per tahun.
Hal ini membuat Riau menjadi daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia dengan dominasi 60%.CPO diekspor ke beberapa negara seperti Tiongkok, Eropa, Amerika Srrikat, India, Australia dan lainnya.
Lahan Terbakar di Riau Terus Meluas
Kebakaran hutan dan lahan di Riau menghanguskan 3.810 hektare lahan. Pemerintah mencatat 72 ha lahan terbakar selama satu setengah bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Gemal Abdel Nasser P.
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 jam yang lalu