Kabar24.com, BANDUNG--Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan langkah strategis untuk mencegah gagal panen pada tanaman pertanian pangan akibat dari dampak curah hujan yang sangat tinggi.
Kepala Bidang Sumber Daya Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Diperta) Jabar Ibrahim Sjaf mengatakan bedasarkan prakiraan cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) curah hujan bulan Oktober 2016 di sebagian besar wilayah Jabar cukup tinggi mencapai 101-300 mililiter dengan sifat hujan di atas normal.
Adapun, curah hujan tertinggi di atas 300 mm diperkirakan akan terjadi di Bogor, Cianjur tengah dan selatan, Purwakarta selatan, Garut timur, Tasikmalaya barat dan timur, Ciamis selatan, Kabupaten Bandung Barat, serta Sukabumi utara dan timur.
"Memasuki musim tanam musim hujan 2016/2017 kami menyiapkan langkah-langkah mitigasi bencana untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang akan berpengaruh terhadap produksi," ujarnya kepa Bisnis, Senin (17/10).
Sasaran tanam padi Jabar pada musim tanam 2016/2017 (Oktober-Maret) seluas 1.069.284 hektare (ha) dengan rencana tanam terbesar pada periode Oktober-Desember 2016 seluas 586.131 ha dan periode Januari-Maret 2017 seluas 483.151 ha.
Oleh karena itu, untuk mencapai sasaran tersebut dilakukan program percepatan tanam untuk mendorong petani menanam kembali setelah panen selesai.
"Curah hujan yang tinggi di atas normal berpotensi terjadinya bencana banjir dan longsor terutama di daerah-daerah yang rawan kejadian," katanya.
Selain itu juga curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kelembaban serta peningkatan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terutama penyaki. Pasalnya, intensitas penyinaran turun yang akan berakibat terhadap menurunnya kualitas produksi.
Berdasarkan data Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jabar, ujarnya, luas bencana alam banjir rata-rata selama empat tahun terakhir yang terkena seluas 33.455 ha dan puso seluas 13.241 ha.
Sampai bulan Oktober 2016 kejadian bencana alam banjir jauh di bawah rata-rata yaitu terkena seluas 2.672 ha (7,98%) dan puso seluas 632 ha (4,77%).
Sedangkan luas serangan OPT utama meningkat 6% dibanding luas ramalan, peningkatan terutama oleh serangan penggerek batang (12%), blas (27%), dan BLB (4%).
Menurutnya, curah hujan bulan November sampai dengan Desember 2016 diperkirakan akan semakin tinggi, maka potensi kejadian bencana banjir akan meningkat terutama di daerah-daerah rawan banjir.
"Mengingat pertanaman sebagian besar baru berumur 1-60 hari setelah tanam (HST) potensi kerusakan tanaman akibat banjir kemungkinan cukup luas. Sedangkan serangan OPT utama padi akan cenderung meningkat karena sumber serangannya masih sangat luas dengan siklus OPT tidak terputus," paparnya.
Berdasarkan hasil analisis data rata-rata lima tahun terakhir OPT yang harus diwaspadai pada musim tanam MH 2016/2017 yakni pada lahan seluas 31.303 ha, dengan persentase serangan penggerek batang padi (29,31%), BLB (22,47%), blas (21,62%), tikus (19,62%), dan wereng batang cokelat (WBC) (7,37%).
"Apabila kondisi ini tidak diantisipasi akan mengakibatkan terjadinya gagal tanam, sehingga akan terjadi mundur panen," katanya.
Oleh karenanya, agar gagal tanam akibat banjir bisa diantisipasi maka perlu dilakukan pemetaan daerah-daerah kronis endemis bencana, perbaikan saluran irigasi , serta varietas yang ditanam harus tahan genangan.
Sementara itu, para petani asal Desa Cimerang, Kecamatan Padalarang, Kab Bandung Barat meminta dinas pertanian setempat memberikan pelatihan atau penyuluhan agar kegagalan panen padi pada Maret 2016 lalu tidak kembali terulang.
Petani penggarap di Desa Cimerang, Ujang Maman (55) menuturkan, pada awal tahun dirinya mengalami kegagalan saat menanam padi jenis Ciherang. Setelah menanam selama 3-4 bulan, varietas padi itu ketika dipanen lebih banyak yang gembos ketimbang yang berisi beras.
"Kalau padi Pandanwangi bagus. Yang celaka padi Ciherang. Sesudah panen itu banyak yang tidak diambil karena tak berisi. Jadi bukan rugi lagi. Hasil panen saja enggak cukup buat modal menanam lagi," katanya.
Dari lahan yang digarapnya seluas 5,5 ha ditanami padi jenis Ciherang. Walaupun pada tahun lalu dia mengalami kegagalan yang serupa, padi Ciherang tetap dia pilih karena varietas unggul dan tahan hama wereng. Akan tetapi, saat ini kualitas padi Ciherang yang berhasil dipanen jadi berkurang.
Menurutnya, menanam padi jenis Ciherang karena lebih ekonomis dan laris di pasaran dan hargannya pun tinggi. Tapi, dengan kondisi banyaknya panen yang gagal membuatnya harus menahan dulu untuk menanam kembali.
"Makanya jangan biarkan petani kapok karena terus-terusan gagal panen. Jangan sampai petani pasti mencari pekerjaan yang lain dan sawah mengalami alih fungsi menjadi permukman," ucapnya.