Kabar24.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Tumenggung dalam perkara penjualan hak tagih utang atau cessie Bank BTN oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka, setelah penyidik kejaksaan menemukan bukti yang cukup untuk menjeratnya dalam perkara tersebut.
"Benar, mantan Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung jadi tersangka kasus Pembelian Cessie di BPPN," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Muhammad Rum di Jakarta, Jumat (23/9/2016).
Selain menetapkan Syafrudiin, penyidik gedung bundar juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni analis kredit BPPN Harianto Tanudjaja dan Pengurus PT Victoria Sekuritas Indonesia (VSI) Susana Tanojoh dan Rita Rosela.
Selain menetapakan tiga tersangka, Juli lalu mereka telah memperpanjang pencegahan terhadap pendiri Bank Panin Mu’min Ali Gunawan. Perpanjangan tersebut dilakukan untuk memudahkan penyidik melakukan pemeriksaan terkait perkara penjualan hak tagih utang atau cessie Bank BTN oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Pencegahan pertama Mu’min ke luar negeri dilakukan kejaksaan sekitar Februari 2016. Sesuai, dengan Undang-Undang Keimigrasian, pencegahan berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang.
Pencegahan itu, menurut penyidik dilakukan dalam status Mu’min Ali Gunawan sebagai pemilik PT Victoria Secuties International Corporation (VSIC). Perusahaan ini diduga kuat terlibat dalam kasus Cessie Bank BTN di BPPN dan diduga merugikan negara sekitar Rp380 miliar.
Berdasarkan pantauan Bisnis, Mu’min sempat diperiksa pada akhir Januari 2016. Namun, tim penyidik mengatakan bahwa selama pemeriksaan, Mu’min mengaku banyak lupa. Dia hanya menjawab beberapa pertanyaan saja.
Tak lama setelah pemeriksaan, Mu’min dalam keterangan tertulis membantah terkait dengan VSIC. Baik sebagai pemegang saham, komisaris, ataupun pengurus.
Dalam perkembangan penyidikan kasus ini, kejaksaan sempat menggeledah kantor PT Victoria Securities Indonesia (VSI) di Panin Tower, Senayan medio 2015. Tim penyidik menyita stempel, sejumlah dokumen, dan beberapa unit CPU komputer.
Namun barang yang disita tersebut harus dikembalikan, karena Kejagung kalah dalam proses praperadilan yang diajukan VSI atas penggeledahan tersebut. Pengadilan memutuskan, Kejagung salah prosedur dan menimbulkan kerugian bagi VSI secara materil dan immateril.
Sebab surat izin penggeledahan yang diberikan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya mengizinkan penggeledahan di kantor VSIC yang terletak di Panin Bank Center Lt 9 Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, bukan kantor VSI di Panin Tower. Selain itu VSI juga membantah berafiliasi dengan VSIC.
Adapun perkara ini bermula ketika PT Adyaesta Ciptatama (AC) mengajukan kredit ke Bank BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektar. Bank BTN, lalu mengucurkan dana sekitar Rp469 miliar, dengan jaminan sertifikat tanah.
Masalah muncul ketika krisis moneter terjadi, BTN tak menjadi salah satu bank yang masuk program penyehatan BPPN. Bank ini kemudian melakukan langkah penyelamatan dengan melelang kredit-kredit tertunggak termasuk aset PT AC berupa tanah.
PT First Capital muncul sebagai pemenang tanah tersebut dengan membayar Rp69 miliar. Belakangan, First Capital membatalkan pembelian dengan dalih dokumen tidak lengkap. BPPN melakukan program penjualan aset kredit IV (PPAK IV), 8 Juli 2003 hingga 6 Agustus 2003 dan dimenangkan oleh PT VSIC dengan harga yang lebih murah lagi, yakni Rp26 miliar.