Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OBAMA: Israel Tidak Bisa Duduki Tanah Palestina Secara Permanen

Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan Israel akan mendapat keuntungan jika menyadari mereka tidak bisa secara permanen menduduki tanah Palestina.
Israel memperluas permukiman/Reuters
Israel memperluas permukiman/Reuters

Bisnis.com, NEW YORK -  Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan Israel akan mendapat keuntungan jika menyadari mereka tidak bisa secara permanen menduduki tanah Palestina.

"Pada saat yang sama, Palestina akan beruntung jika mengakui keabsahan Israel dan menolak hasutan," kata Obama ketika menyampaikan pidato di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Selasa (21/9/2016).

Upaya Obama untuk mewujudkan perjanjian perdamaian Israel-Palestina mengalami kegagalan selama hampir delapan tahun masa kepemimpinannya di Gedung Putih. Upaya terakhir yang dilancarkan Menteri Luar Negeri John Kerry juga rontok pada 2014.

Para pejabat AS menyampaikan kemungkinan Obama akan mengungkapkan garis besar parameter kesepakatan setelah pemilihan presiden pada 8 November dan sebelum ia meninggalkan jabatannya sebagai presiden pada Januari.

Ketika berpidato pada sidang Majelis Umum tahunan PBB untuk terakhir kalinya sebagai presiden, Obama juga mengatakan Rusia sedang berupaya memulihkan "kejayaan yang hilang" melalui pengerahan kekuatan.

Ia memperingatkan Rusia jika negara itu "terus mencampuri urusan tetangga-tetangganya...kebesaran (negara itu) akan hilang. "Perbatasan-perbatasan miliknya menjadi kurang aman."

Rusia pada 2014 mencaplok semenanjung Krimea milik Ukraina setelah unjuk rasa selama berbulan bulan di Kiev, membuat Presiden Ukraina yang pro-Moskow, Viktor Yanukovich, terdepak dari jabatannya.

Menyangkut persengketaan internasional seputar Laut China Selatan, Obama mengatakan, "Penyelesaian yang damai bagi sengketa itu seperti yang dianjurkan oleh hukum akan memberikan stabilitas lebih luas dibandingkan dengan militerisasi di batuan dan karang."  China menyatakan hampir seluruh Laut China Selatan sebagai wilayah miliknya.

Melalui wilayah perairan itu, kapal-kapal berlalu lalang membawa komoditas dengan nilai transaksi sebesar US$5 triliun (Rp65,7 biliun) setiap tahunnya.

Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim di wilayah Laut China Selatan.

Wilayah perairan itu juga diyakini kaya akan sumber daya energi dan pasokan ikan.

Pada Juli, pengadilan arbitrase di Den Haag mengatakan klaim China di perairan tersebut tidak sah. Kasus itu dibawa ke pengadilan Den Haag oleh Filipina. Beijing menolak untuk mengakui putusan tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA/REUTERS
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper