Kabar24.com, JAKARTA - Hasil kajian terbaru yang dikeluarkan pemerintah terkait kejelasan proyek reklamasi Teluk Jakarta bertolak belakang dengan rekomendasi yang telah dipaparkan sebelumnya.
Mengacu pada hasil konferensi pers pada Kamis (30/6/2016) di Kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), ada beberapa faktor yang membuat mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli memvonis pengembang Pulau G (PT Muara Wisesa Samudra/PT ) telah melakukan pelanggaran berat sehingga pembangun proyek harus dihentikan permanen.
Pelanggaran berat yang dimaksud, yaitu pengembang membangun pulau reklamasi di atas kabel laut milik PT PLN. Selain itu, pembangunan pulau G juga mengganggu alur pelayaran dan lalu lintas kapal nelayan. PT MWS juga dinyatakan membangun secara sembarangan sehingga merusak lingkungan biota laut di sekitarnya.
Tiga bulan berselang, faktor-faktor yang memberatkan pengembang yang merupakan anak perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) tersebut, justru bukan menjadi masalah besar bagi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Dia mengatakan tidak ada masalah pada pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta.
"Tidak ada alasan kami untuk tidak meneruskan reklamasi di Pantai Utara Jakarta," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Selasa (13/9/2016) malam.
Berdasarkan data yang diterima Bisnis.com, Kementerian Perhubungan pada 31 Agustus 2016 menyatakan perairan di sekitar Pulau G bukan alur pelayaran. Jalur tersebut hanya digunakan untuk perlintasan nelayan.
Alur pelayaran perikanan dari atau ke Pelabuhan Muara Angke melalui kanal vertikal dengan lebar 300 meter. Adapun, jumlah lajur kapal yang dapat melintasi kanal berkisar antara 12-15 kapal.
KABEL LAUT & PLTU
Faktor lain yang sebelumnya juga dinilai menjadi persoalan adalah posisi kabel laut milik PT PLN yang berada tepat di bawah Pulau G. Padahal, General Manajer PT PLN Distribusi Jakarta Raya Syamsul Huda mengatakan letak kabel laut yang membentang dari bibir pantai ke Kepulauan seribu tak menjadi masalah.
"Kalau kemudian kabel laut yang diurug tanah reklamasi menurut saya tidak masalah. Konsepnya sama seperti kabel tanah di daratan itu kan tidak membahayakan," ucapnya.
Pemerintah justru diminta untuk memperhatikan kondisi suhu air di sekitar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Muara Karang yang letaknya tak jauh dari pulau G. Pasalnya, pembangunan reklamasi dapat menyebabkan kenaikan temperatur menjadi dua derajat celcius. Padahal, air laut tersebut digunakan sebagai sumber tenaga untuk pendingin PLTU yang berkapasitas 1684 megawatt tersebut.
Dikutip dari laman resmi www.pln.co.id, meningkatnya suhu air di sekitar PLTU berdampak pada melonjaknya konsumsi bahan bakar untuk pembangkit listrik dan berpengaruh pada kinerja produksi listrik yang dihasilkan.
Pasalnya, setiap terjadi kenaikan suhu 10 celcius bisa mengakibatkan menurunnya kemampuan produksi listrik hingga 10 MW dengan nilai kerugian berkisar Rp 576 Juta per hari untuk setiap satu unit mesin pembangkit.
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengutarakan potensi dampak atas pembangunan reklamasi Pulau G dapat dimitigasi dengan pembuatan tanggul masif. Menurutnya, tanggul tersebut bisa menjadi syarat agar pengembang Pulau G membuat kanal pembuangan air PLTU Muara Karang.
“Masalahnya pembuangan air. Nanti bisa dibuat kolom, dipotong sedikit, kemudian air buangan dapat dibuang ke sebelah kiri. Masalah teknis pasti ada solusinya,” kata Sofyan.
Di kesempatan berbeda, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjamin pengembang Pulau G akan mengikuti hasil kajian serta rekomendasi yang dikeluarkan pemerintah terkait perubahan desain (re-design) pulau tersebut.
"Prinsip pengusaha sederhana. Kalau memang mesti diubah bentuk atau harus bangun saluran, pasti dia ikut. Kamu kita pulau G belum dipotong? Sudah, sejak zaman Pak Harto [Presiden Soeharto]. Jadi, sebetulnya itu ada 18 pulau, tapi dibuang satu jadi tinggal 17 pulau," imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) Cosmas Batubara menuturkan pihaknya akan menuruti semua rekomendasi pemerintah, baik pusat maupun DKI Jakarta, agar pembangunan Pulau G bisa dilanjutkan kembali. Termasuk kemungkinan re-design pulau, pelebaran kanal, dan persinggungan dengan kabel bawah laut milik PT PLN.
"Intinya, kami sebagai swasta tunduk dengan permintaan pemerintah. Mereka bilang kanal diperlebar, ya kami setuju. Bentuk pulau jadi kue wajik, bulat, persegi atau apapun kami siap mengubahnya," kata Mantan Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Menteri Tenaga Kerja di era Pemerintahan Soeharto tersebut.
Pakar Hukum dan Tata Negara Margarito Kamis meminta pemerintah membuka hasil kajian teknis proyek reklamasi Teluk Jakarta. Perbedaan hasil kajian dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Menko Maritim di era Luhut dan Rizal justru menimbulkan pertanyaan masyarakat.
"Institusinya sama. Personel tim gabungannya juga sama. Namun, keputusan yang dikeluarkan dua menteri ini kok beda? Ini kan aneh. Apakah perubahan lingkungan terjadi sedemikian cepat sehingga dalam periode tiga bulan pemerintah berubah pikiran atau ada faktor lain?" katanya.