Bisnis.com, JAKARTA - Masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa pemberian opini pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan ke suatu daerah tidak berkorelasi dengan perilaku koruptif pemimpin daerah tersebut.
Dalam kunjungan ke Kantor Bisnis Indonesia, Rabu (14/9/2016) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis mengatakan bahwa opini yang diberikan oleh BPK merupakan pendapat tentang tata pertanggungjawaban penggunaan keuangan daerah.
“Laporan itu menyangkut kewajaran, disiplin anggaran dan tentang kepatuhan pada perundang-undangan. Tidak ada di situ tentang penyuapan. Tidak ada di situ tentang gratifikasi,” ujarnya.
Dia tidak menampik bahwa tak sedikit pemerintah daerah yang mendapatkan status pemeriksa keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) namun kepala daerahnya harus berurusan dengan penegak hukum, umumnya KPK, karena terjerat kasus penyuapan atau gratifikasi yang tidak masuk dalam fokus pemeriksaan keuangan negara.
“Jadi masyarakat harus bisa membedakan hal itu,” tuturnnya.
Menurutnya, bisa saja BPK melakukan penyatuan semua audit laporan keuangan dalam satu fase atau tahun tertentu yaitu laporan keuangan, laporan kinerja dan laporan untuk tujuan tertentu atau investigasi pada suatu objek pemeriksaan. Namun jika hal itu dilakukan, dibutuhkan anggaran dan sumber daya manusia yang tidak sedikit.
“Anggarannya bisa tiga hingga empat kali lipat dibandingkan anggaran saat ini,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel