Bisnis.com, JAKARTA - Salah satu kreditur berencana menempuh upaya hukum kepada PT Geo Cepu Indonesia kendari proses restrukturisasi utang debitur telah resmi berakhir.
Kuasa hukum PT Trista Mulia Kencana Latu Suryono mengatakan diskriminasi perjanjian perdamaian membuat kliennya tidak bisa menerima pengesahan yang telah ditetapkan majelis hakim.
"Kami berencana mengajukan upaya hukum terkait perjanjian perdamaian, konsepnya masih dalam kajian," kata Latu seusai persidangan, Senin (1/8/2016).
Dia mengaku cenderung menggugat melalui pengadilan niaga dibandingkan dengan pengadilan perdata umum. Menurutnya, proses persidangan perdata jauh lebih lama sehingga kepastian hukum tidak bisa didapat secara cepat.
Dalam persidangan, ketua majelis hakim I Wayan Metra mengatakan mayoritas kreditur menyetujui rencana perdamaian. Sebanyak 93,14% suara menyatakan dukungan, sedangkan 6,86% suara secara tegas menolak.
"Menyatakan sah dan mengikat secara hukum perjanjian perdamaian Geo Cepu Indonesia dengan segala akibat hukumnya," kata Wayan saat membacakan amar putusan, Senin (1/8/2016).
Dia menambahkan seluruh pihak dalam perkara tersebut diwajibkan untuk tunduk, mematuhi, dan melaksanakan isi perjanjian perdamaian. Dengan demikian, proses penundaan kewajiban pembayaran utang debitur secara resmi telah berakhir.
Pembacaan pengesahan perjanjian perdamaian atau homologasi tersebut, lanjutnya, merupakan bentuk penolakan usulan keberatan yang diajukan pihak PT Trista Mulia Kencana yang dalam perkara sebagai pemohon PKPU.
Majelis menilai pemohon tidak bisa meminta kompensasi kepada debitur. Kompensasi hanya berlaku bagi kreditur pemegang hak jaminan kebendaan atau separatis.
Dalam Pasal 281 ayat (2) Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU, kreditur separatis yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.
Menurutnya, pemohon bisa menempuh upaya hukum lain, misalnya gugatan perdata. Terlebih, klaim tagihan masih ada dan telah mendapat pengakuan dari debitur selama proses PKPU.
Wayan menyayangkan keberatan yang diajukan pemohon justru pada saat perjanjian perdamaian akan disahkan. Seharusnya pemohon bisa memperjuangkan haknya saat rapat kreditur, contohnya dengan meminta usulan perpanjangan masa PKPU guna membahas skema pembayaran.
"Namun, pemohon suaranya rendah dan pasti kalah dengan kreditur lain, jadi mau tidak mau harus menerima perjanjian perdamaian ini," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum debitur Febrianto Tarihoran mengatakan putusan homologasi mengikat seluruh pihak. Para kreditur juga tidak berhak meminta kompensasi karena seluruhnya bersifat konkuren.
"Kalau kreditur ada yang mengajukan upaya hukum itu hak mereka, kami akan siap mengikuti proses hukum," kata Febrianto.
Sebelumnya, PT Trista Multi Kencana mengajukan keberatan karena utangnya senilai US$587.088 mendapatkan penyelesaian yang paling lama. Debitur menyusun skema pelunasan dari Maret 2017 hingga Februari 2020, sedangkan pembayaran bagi kreditur lain sudah dimulai sejak tahun ini.
Debitur menyebut sumber dana pembayaran perjanjian perdamaian akan berasal dari sejumlah kontrak kerja sama yang dijalankan dan suntikan pemegang saham. Debitur disebut masih ingin melanjutkan usahanya di Indonesia.