Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PAKAR HUKUM: Apkir Dini Induk Ayam Produk Hukum, KPPU Tak Boleh Ganjar 12 Perusahaan

Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar mengatakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak sepatutnya menghukum 12 perusahaan pembibitan ayam yang melakukan apkir dini indukan ayam (parent stock) karena mereka hanya menjalankan kebijakan pemerintah.
Peternakan unggas/disnak.jabarprov.go.id
Peternakan unggas/disnak.jabarprov.go.id

Bisnis.com, JAKARTA -  Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar mengatakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak sepatutnya menghukum 12 perusahaan pembibitan ayam yang melakukan apkir dini indukan ayam (parent stock) karena mereka hanya menjalankan kebijakan pemerintah.

Ketika diundang sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan dugaan kartel ayam di KPPU, Jakarta, Kamis (21/7/2016), akademisi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu menyatakan, surat Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian kepada 12 perusahaan pembibitan ayam untuk melakukan apkir dini indukan ayam merupakan produk hukum yang sah.

Oleh karena itu, menurut dia, jika kebijakan tersebut dianggap melanggar peraturan perundangan atau tidak tepat, harus diuji melalui proses hukum, yaitu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sehingga KPPU tidak sepatutnya menghukum 12 perusahaan pembibitan ayam tersebut.

"Kalau KPPU menyatakan 12 perusahaan terlapor ini melakukan kartel, maka para terlapor juga bisa menggugat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena mereka hanya menjalankan kebijakan pemerintah. Para terlapor yang menjalankan kebijakan apkir dini adalah pihak yang dirugikan, karena harus memotong ayam yang masih produktif," ujar Zainal.

Zainal mengatakan, produk pangan, termasuk ayam, merupakan hajat hidup orang banyak, karena itu, sesuai Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, apabila terdapat permasalahan di bidang pangan sudah seharusnya negara atau pemerintah ikut campur atau hadir menyelesaikannya.

Menurut dia, kebijakan Dirjen PKH dengan mengeluarkan surat yang menginstruksikan kepada perusahaan pembibitan untuk melakukan apkir dini induk ayam adalah bentuk kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka ikut campur menyelesaikan masalah.

Kebijakan pemerintah tersebut, tambahnya, harus diambil oleh orang yang berwenang serta harus berdasarkan hukum dan dalam bentuk produk hukum, dalam hal ini, surat Dirjen PKH yang menginstruksikan apkir dini sudah bisa dikategorikan sebagai sebuah produk hukum.

Zainal menjelaskan, walaupun ada kata kesepakatan dalam surat tersebut, haruslah dilihat dalam konteks aspirasi dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Bagaimanapun, pemerintah tetap menjadi penentu keputusan akhi, dalam hal ini, sebelum mengeluarkan surat, pemerintah menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam rangka asas umum pemerintahan yang baik.

"Jadi, saya melihat kesepakatan di sini adalah bentuk aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam sebuah kebijakan, bukan sebagai kartel. Kalau memang kesepakatan itu dalam rangka kartel, tidak perlu sampai ada demo dan rapat-rapat puluhan kali. Demo dan tarik ulur dalam rapat-rapat tersebut merupakan aspirasi dan partisipasi masyarakat," paparnya.

Akhir 2015, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian membuat kebijakan berupa instruksi pengapkiran 6 juta ekor indukan ayam atau Parent Stock (PS) di seluruh Indonesia.

Kebijakan ini dilakukan untuk memperbaiki harga ayam hidup (live bird) di tingkat peternak yang pada saat itu jatuh di bawah harga pokok produksi (HPP) akibat berlebihnya pasokan (oversupply) bibit ayam atau anak ayam usia sehari (day old chick/DOC).

Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian dengan nomor 15043/FK.010/F/10/2015 perihal Penyesuaian Populasi Parent Stock yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015.

Apkir dini tahap I (Oktober-November 2015) dan tahap II (Desember 2015) telah dilakukan dengan total 3 juta ekor, namun kemudian KPPU meminta apkir dini dihentikan dan memperkarakannya dengan tuduhan terdapat pelanggaran kartel sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper