Kabar24.com, PRANCIS-- Selain dikenal sebagai daerah pariwisata, Nice tengah berjuang melawan label sebagai daerah perekrutan utama untuk eksrimis di Prancis.
Jaksa anti terorisme Prancis mengatakan bahwa mereka tengah mencari keterkaitan dengan teroris setelah pria bersenjata yang mengendarai truk menabrakkan dirinya ke sekerumunan orang yang menyaksikan kembang api di perayaan Bastille Day, dan menewaskan setidaknya 84 orang.
Pihaknya telah menyelidiki puluhan warga muslim di kota tersebut bepergian menuju Suriah untuk bertempur dalam beberapa tahun terakhir.
“Nice adalah kota yang paling terpukul oleh fenomena jihadis (ekstrimis),” ujar David Thomson, pakar radikalisisasi, seperti dikutip Reuters, Sabtu (16/7/2016).
“Ada satu alasan utama di balik itu: sejak 2010, seseorang dengan berkarakter karismatik, yang diketahui menjadi salahsatu perekrut utama ekstrimis Prancis, telah aktif berkhotbah di lingkungan miskin kota itu,” ujarnya.
Militan yang dimaksud adalah Omar Diaby, mantan warga Nice yang berasal dari Senegal yang sekarang diyakini telah berada di Suriah. Pria yang menamakan dirinya sendiri dengan nama tersebut pada 2012 membuat video propaganda yang berjudul 19HH.
Departemen Adiministratif Alpes Maritimes Perancis , yang merupakan ibukota Nice, mengatakan pada akhir tahun lalu terdapat 235 orang yang dimonitor selama beberapa bulan sebagai bagian dari program pengawasan dan melacak lima individu baru setiap minggunya.
Wilayah yang terdiri dari satu juta orang itu diduga sebagai rumah bagi 10% warga Prancis yang bepergian ke luar negeri untuk melakukan jihad. Pada 2014, pemerintah setempat mendata satu kasus di mana 11 orang anggota keluarga dilaporkan menghilang, dan diyakini telah pergi menuju Suriah.
Namun demikian, pada tahun yang sama, kepolisian mengatakan mereka berhasil menggagalkan serangan yang menargetkan karnaval Nice, salah satu karnaval terbesar setelah Rio de Janeiro dan Venice.
Setelah status siaga darurat dideklarasikan setelah kejadian penembakan dan pengeboman di Paris, pemerintah daerah setempat telah menutup lima pusat peribadatan ilegal yang diduga digunakan sebagai tempat perekrutan ekstrimis.
Sejak Februari 2015, Departemen Alpes Maritimes juga melakukan program yang melatih sebanyak 1.300 pekerja sosial dan medis untuk mengidentifikasi orang yang mungkin terpengaruh radikalisme.