Kabar24.com, BEIJING/AMSTERDAM - Pengadilan Internasional akan mengeluarkan putusan atas kasus sengketa Laut China Selatan pada 12 Juli nanti.
Beijing pun langsung bereaksi atas pernyataan ini dengan memberi teguran langsung dan menolak yuridiksi pengadilan internasional.
Amerika Serikat yang saat ini merasa khawatir akan klaim China di Laut China Selatan dan sekaligus sekutu dekat Filipina menegaskan dukungannya bagi Pengadilan Arbitrase yang berbasis di Den Haag dan mendesak resolusi damai atas sengketa tersebut.
Filipina menggugat klaim China atas 90% wilayah Laut China selatan yang didasarkan atas sejarah. Beberapa negara Asia Tenggara juga mengklaim wilayah yang diklaim China. Perselisihan tentang wilayah ini pun memicu kekhawatiran dan konfrontasi militer yang berpotensi menggangggu perdamaian global.
Dalam sebuah pernyataan yang panjang, Juru Bicara Menteri Luar Negeri China Hong Leu mengatakan, pendekatan unilateral Filipina mencemooh hukum internasional.
“Saya sekali lagi menekankan bahwa pengadilan arbitrase tidak memiliki yuridiksi dalam kasus ini serta masalah-masalah terkait dan tidak harus mengadakan dengar pendapat atau membuat putusan,” katanya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (30/1/2016).
Dia mengatakan, terkait isu wilayah dan perselisihan maritim, China tidak menerima penyelesaian sengketa dari pihak ketiga. Pihaknya juga tidak menerima penyelesaian sengketa yang dipaksakan bagi negaranya.
Sementara itu, Sekretaris Komunikasi Kepresidenan Filipina Herminio Coloma Jr mengatakan Filipina menantikan keputusan yang adil dan seimbang yang akan mewujudkan perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut China Selatan.
Juru Bicara Dempartemen Luar Negeri Amerika Anna Richey-Allen mengatakan bahwa Amerika mendukung pengadilan.
“Kami mendukung resolusi damai atas persengketaan di Laut China Selatan, termasuk penegakan hukum maritim internasional seperti arbitrase,” katanya.
Lembaga berita resmi China Xinhua mengatakan pengadilan arbitrase merupakan pengadilan yang menyalahgunakan hukum. Pihak China menyebut kasus ini hanya akan memperburuk perselisihan yang ada.
“Manila tidak bisa melihat bahwa arbitrase tersebut hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah di Laut China Selatan,” katanya.