Bisnis.com, JAKARTA - Inggris berpotensi kesulitan untuk meraih pasar menguntungkan di Asia, mulai dari Selandia Baru hingga India, jika rakyat negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia itu memilih keluar dari Uni Eropa.
Posisi Asia yang berkontribusi atas dua per tiga pertumbuhan global membuat hubungan perdagangan dengan Asia sangat penting bagi Inggris.
Beberapa politisi seperti Boris Johnson mengatakan bahwa negara tersebut bisa memanfaatkan kemerdekaan dari Uni Eropa untuk membuat negosiasi yang lebih menguntungkan.
Namun sebaliknya, pemerintah di Asia mungkin akan mengambil keuntungan dari kebutuhan Inggris akan kesepakatan perdagangan baru.
Setelah bergabung dengan masyarakat Uni Eropa selama lebih dari empat dekade, Inggris kekurangan negosiator berpengalaman untuk menengahi kesepakatan-kesepakatan yang perlu dibuat.
“Inggris akan berada dalam posisi tawar yang sangat lemah karena setiap orang akan tahu bahwa negara ini sangat putus asa untuk bisa membuat kesepakatan baru. Semua mitra dagang potensial akan ambil untung dari kelemahan ini” ujar Mark Melatos, profesor dari Sydney University yang fokus pada teori perdagangan internasional seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (22/6/2016).
Inggris akan melangsungkan Referendum pada Kamis (23/6/2016) dan sangat sulit untuk menebak hasilnya berdasarkan polling. Sejumlah perusahaan seperti Standard Chartered hingga Jaguar Land Rover yang selama ini diuntungkan oleh negosiasi perdagangan Uni Eropa-Asia mungkin harus menyiapkan kesepakatan baru.
Saat ini, Inggris lebih membutuhkan Asia dan bukan sebaliknya. Berdasarkan Kantor Statistik Nasional, Asia menyerap 16,3% ekspor Inggris tahun lalu. Namun, sebaliknya, Inggris tidak masuk dalam jajaran 10 negara teratas dalam hubungan perdagangan di negara-negara besar Asia.
China yang membeli kendaraan, obat-obatan, dan mesin pembangkit listrik merupakan destinasi ekspor terbesar ke enam bagi Inggris dengan menyerap hingga 4,5% ekspor Inggris. China juga merupakan sumber 9,2% impor Inggris.
Presiden Xi Jinping mengatakan pada Perdana Menteri Inggris David Cameron dalam kunjungannya ke London Oktober lalu bahwa China berharap Inggris sebagai anggota penting Uni Eropa, bisa mendapat peran yang lebih positif dan konstruktif dalam mempromosikan pengembangan hubungan China dan Uni Eropa.
Hubungan khusus tersebut kemungkinan tidak akan bertahan jika Inggris keluar dari Uni Eropa. “Di satu sisi, ketergantungan ekonomi Inggris atas China bertumbuh dan hal ini menguntungkan China dalam negosiasi perdagangan,” kata Zhang Xiaojin, direktur ilmu politik di Tsinghua University.