Bisnis.com, SURABAYA - Penggiat industri hasil tembakau menginginkan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Kawasan tanpa Rokok atau KTR di Kota Surabaya yang tetap memperhatikan aspek keekonomian.
Jika tidak demikian, menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno, Raperda KTR bisa-bisa berlakon melampaui PP No. 109/2012 tentang Tembakau. Apabila ini terjadi bisa menimbulkan efek domino penurunan ekonomi di sektor industri hasil tembakau.
“Potential lost ekonomi di industri hasil tembakau (IHT) bisa berimbas pula kepada petani tembakau, cengkih, dan bisnis ritel,” ucapnya dalam siaran pers yang diterima, Senin (20/6/2016).
Soeseno berpendapat sebaiknya dimaksud Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) itu untuk mengatur paparan asap rokok. Tidak hanya bagi perokok pasif, ibu hamil tetapi juga anak-anak. Oleh karena itu yang diatur adalah zonanya bukan tata niaganya.
Industri hasil tembakau menyerap tenaga kerja lebih dari 6 juta orang dan tahun lalu berkontribusi sebesar Rp139,5 triliun terhadap penerimaan cukai negara, telah berada dalam tekanan yang besar dengan kebijakan cukai dan pajak.
“Kami berharap pemerintah daerah tidak menambah dengan kebijakan kawasan tanpa rokok yang eksesif,” tutur dia.
Sementara itu, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengapresiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Kota Surabaya yang tengah mematangkan Raperda Kawasan Tanpa Rokok.
Ketua Umum AMTI Budidoyo mengatakan tindakan tersebut dapat menjawabkekhawatiran masyarakat terkait perlindungan kesehatan. Sejalan dengan inipun tetap menjaga keberlangsunganIHT tempat jutaan orang menggantungkan penghidupannya.
Raperda KTR merupakan wujud solusi yang bijaksana atas pengaturan aktifitas mengkonsumsi rokok sebagai produk yang legal dan aktifitas perlindungan terhadap non-perokok. Dengan tersedianya tempat khusus merokok maka kegiatan merokok dilakukan pada tempat yang telah disediakan dan mengurangi dampaknya bagi non perokok.
“Kami mendukung aturan yang adil dan berimbang bagi seluruh pemangku kepentingan,” ucap Budidoyo.
Diapun mengutarakan larangan berjualan, berpromosi, dan beriklan di kawasan tanpa rokok perlu dikecualikan di tempat penjualan. Sebagai produk yang legal maka informasi produk rokok dapat dikomunikasikan kepada konsumennya.
Dengan kata lain AMTI menyarakankan agar kegiatan menjual, mengiklankan dan mempromosikan rokok di tempat penjualan tetap diperbolehkan. Hal ini sejalan dengan PP 109/2012 dan melindungi sumber pendapatan masyarakat.
Raperda KTR Kota Surabaya diharapkan tidak sampai melarang total terhadap aktifitas iklan media luar ruang. Hendaknya pengaturan iklan media luar ruang tidak bertentangan dengan PP 109/2012 terutama Pasal 31.