Kabar24, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) untuk mencegah berulangnya kasus suap di lembaga peradilan. Hal itu dilakukan menyusul penangkapan Rohadi, Penitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Komisioner KPK Basaria Pandjaitan memaparkan, selain memiliki fungsi penindakan, KPK juga memiliki peran pencegahan. Karena itu, mereka akan segera berkoordinasi dengan MA untuk mencegah praktik jual beli perkara itu terulang.
“Itu sudah dipikirkan oleh KPK, jadi pimpinan akan membuat kajian kerja sama dengan Mahkamah Agung (MA) . Terutama, soal tindakan-tindakan pencegahan yang harus dilakukan, tentu ini tidak bisa dilakukan oleh KPK sendiri,” kata Basaria di Jakarta, Kamis (16/6/2016).
Menurutnya, sesuai grand strategy KPK setiap penindakan perkara korupsi, lembaga antirasuah itu harus memikirkan langkah pencegahan. Hal itu dilakukan supaya aktivitas penindakan dan peencegahan berjalan seimbang. “Itu yang disebut dengan penindakan terintegrasi,” imbuhnya.
Dalam kasus suap Panitera PN Jakut, KPK menduga Rohadi menerima uang dari tim penasihat hukum terdakwa pelecehan seksual, SJ. Dua pengacara itu yakni Bertha Natalia Ruruk Kariman dan Kasman Sangaji. Mereka mencoba menyuap panitera tersebut untuk memperingan vonis terhadap SJ.
Adapun, KPK juga menjelaskan modus yang dilakukan Rohadi dalam pengurusan perkara tersebut. Informasi yang beredar di awak media, sebelum putusan vonis dibacakan, panitera itu diduga bertemu dengan hakim terkait pengurusan perkara SJ.
Dalam perkara itu SJ dituntut jaksa menggunakan pasal berlapis yakni pasal 82 Undang-undang Perlindungan Anak juncto Pasal 290 jo Pasal 292 KUHP tentang perbuatan asusila. Atas dasar itu, jaksa menuntut SJ hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Namun, karena praktik kompromi perkara tersebut, vonis yang dijatuhkan kepada bekas penyanyi dangdut itu lebih rendah dari tuntuan jaksa yakni tiga tahun penjara.