Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha melakukan advokasi kebijakan dengan kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, guna mengamankan harga pangan strategis saat ramadan hingga tiga bulan ke depan.
Advokasi kebijakan tersebut diklaim akan menjadi salah satu fokus di Paket Kebijakan Ekonomi ke-13, mengenai kebijakan persaingan usaha dan penyederhanaan regulasi.
Ketua KPPU M. Syarkawi Rauf mengatakan komoditas pangan strategis yang masih ditemui kendala di pasar adalah harga sapi dan ayam. Kedua sumber protein hewani tersebut mengalami siklus harga yang naik-turun.
Adapun komoditas lainnya seperti bawang merah, bawang putih, kedelai, jagung dan minyak goreng masih diambang batas aman, baik pasokan dan fluktuasi harganya.
“Komoditas yang masih bermasalah ini akan kami lakukan advokasi regulasi. Kami awasi pasarnya dan memberikan masukan ke pemerintah terkait,” katanya, Selasa (7/6/2016).
Adapun salah satu advokasi kebijakan yaitu memantau rantai distribusi yang sangat panjang. Pasalnya panjangnya arus disribusi merupakan indikasi adanya celah persekongkolan dan timbulnya mafia pangan.
Apabila setiap channel distributor mangambil margin keuntungan maka kenaikan harga ayam atau sapi di tingkat konsumen tidak bisa dibendung lagi.
Salah satu kasus yang ditemui dalam operasi Pasar di Jambi, misalnya, permintaan terhadap ayam potong tidak mengalami kenaikan signifikan menjelang ramadan.
Namun harga ayam karhas di pasar mencapai Rp35.000 hingga Rp40.000 per kg. Padahal harga ayam hidup di peternak hanya sekitar Rp10.000-Rp15.000 per kg. Normalnya, harga ayam karkas atau yang sudah dipotong sekitar Rp28.000.
“Ketika diusut lebih lanjut, pangkal masalah ada pada distributor yang ramai menaikkan harga ke retailer,” ujarnya.
//Usulkan Tarif Impor//
Sementara itu, Syarkawi menilai penetapan kuota impor pada komoditas sapi dinilai tidak tepat. Pihaknya akan melakuka advokasi kebijakan kepada kementerian pedagangan untuk mengubah sistem impor menjadi sistem tarif.
Hal ini pulalah yang telah dilakukan oleh pemerintah pada komoditas bawang putih. Alhasil, harga bawang putih cenderung stabil dan tidak bergejolak seperti tahun 2012 lalu. “Jika pada bawang putih bisa dilakukan kebijakan tarif mengapa sapi tidak,”tuturnya.
Pasalnya, kebijakan impor ini juga cenderung dapat dimainkan oleh oknum-oknum tertentu. Nyatanya 32 perusahaan pengimpor sapi terbukti menahan pasokan sapi impor ke rumah pemotongan hewan. Sehingga, harga daging sapi pada lebaran tahun lalu meroket hingga Rp150.000 per kg lantaran kelangkaan pasokan.
Sementara itu, kebijakan tarif dapat meninimaliasi praktik persaingan usaha tidak sehat. Apabila harga daging sapi dalam negeri mahal maka tarif impor dikurangi sehingga impor banyak dan pasokan bertambah. Hal ini tentu dapat menurunkan harga daging.
Selain itu, KPPU juga sepakat dengan rekomendasi Komisi Ekonomi Industri Nasional (KEIN) untuk mematok harga daging sapi, layaknya sistem patokan tarif angkutan umum.
Namun harus menjadi catatan, sambungnya, pemerintah tidak perlu menerapkan batas tarif bawah lantaran hal itu merupakan praktik price fixing.
“Patokan harga batas atas itu memang perlu. Namun kalau batas bawah kami tidak setuju,” tegasnya.
Pemerintah, lanjut Syarkawi, harus membuat patokan harga ideal harga sapi di kisaran Rp80.000-Rp90.000 per kg. Sebenarnya, kebijakan tersebut sudah ada di Peraturan Presiden (Perpres) No 71 Tahun 2015.
Perpres tersebut memberi kewenangan kepada Kemendag menetapkan harga barang stratregis untuk menghindari fluktuasi harga yang tajam.
Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Kasan menyatakan pihaknya menyetujUI adanya advokasi kebijakan antara KPPU dan Kemendag.
Menurutnya, kemendag dan KPPU perlu melakukan sinergi dalam mengontrol harga acuan komoditas pangan. Kemendag memiliki wewenang membuat regulasi, sedangkan KPPU yang mengawasi jalannya regulasi.
“Memang ada praktik monopoli atau oligopoli di sektor tertentu. Namun kami tidak memiliki wewenang untuk menindaknya. Itu adalah koridor KPPU,” katanya.