Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REVISI UU PILKADA: Komisi II Persilakan Judicial Review

Meski Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota disahkan menjadi undang-undang, Komisi II mempersilahkan para anggota DPRD dan masyarakat yang ingin melakukan judicial review terhadap UU Pilkada yang mengharuskan anggota dewan untuk mundur ketika maju menjadi calon kepala daerah.
Ilustrasi/Antara-Abriawan Abhe
Ilustrasi/Antara-Abriawan Abhe

Kabar24.com, JAKARTA-- Meski Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota disahkan menjadi undang-undang, Komisi II mempersilahkan para anggota DPRD dan masyarakat yang ingin melakukan judicial review terhadap UU Pilkada yang mengharuskan anggota dewan untuk mundur ketika maju menjadi calon kepala daerah.

Hal tersebut diungkapkan oleh politisi Partai Keadilan  Sejahtera Al Muzzamil Yusuf, “Bagi anggota DPRD dan masyarakat yang tidak setuju dan merasa dirugikan dengan UU Pilkada yang baru ini kami persilahkan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.” Kata politisi PKS di Kompleks Parlemen, Kamis (2/6/2016).

Muzzammil menjelaskan, Fraksi PKS tidak menyetujui sikap Pemerintah yang mengharuskan anggota DPR, DPD, dan DPRD mundur jika maju menjadi calon kepala daerah dengan alasan merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIII/2015.

“Menurut kami itu tidak adil. Seharusnya calon kepala daerah yang menjabat sebagai anggota dewan cukup mengambil cuti dan mundur dari jabatan pimpinan atau alat kelengkapan dewan. Jadi putusan MK itu hanya berlaku bagi PNS, TNI, dan Polri yang berpotensi terganggu independensinya sebagai aparatur negara,” paparnya.

Menurutnya adalah kewenangan DPR dalam pembentukan undang-undang tidak perlu dihadap-hadapkan dengan kewenangan MK dalam judicial review terhadap UU.

“Sejauh DPR menemukan dasar sosiologis, yuridis, dan filosofis yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan maka norma dalam undang-undang dapat diajukan untuk diperbaiki,” jelasnya.

Dia menambahkan jika ada masyarakat yang tidak setuju terhadap norma dalam UU tersebut, kata Muzzammil, MK dapat melakukan judicial review terhadap pengajuan masyarakat atau kelompok masyarakat tersebut. 

“Jadi tidak ada sama sekali DPR mengurangi atau melawan keputusan MK. Karena sudah ada yurisprudensi MK membatalkan atau merevisi putusan yang sebelumnya,” tuturnya.

Dalam pandangannya, perubahan UU Pilkada ini sangat penting untuk mengurangi penyalahgunaan kewenangan untuk meningkatkan kualitas demokrasi di daerah melalui proses pergantian kepemimpinan dalam Pilkada yang luber dan jurdil.

“Jika yang dikhawatirkan adalah penyalahgunaan kewenangan yang bisa mengganggu terselenggaranya Pilkada yang Luber dan Jurdil maka Kepala Daerah incumbent jauh lebih berpotensi melakukan penyelewenangan daripada anggota DPR, DPD, dan DPRD, ” tegasnya.
Dia juga menerangkan bahwa sikap fraksinya sesuai pandangan dari kedua mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD.

“Kita tidak ragukan kedua tokoh ini yang merupakan mantan Ketua MK yang memiliki kepakaran dan integritas. Keduanya memiliki pandangan yang sama, sebagai pejabat negara, anggota dewan tidak perlu mundur jika maju menjadi calon kepala daerah,” tukasnya.

Dalam pengesahannya, Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman mengungkapkan penetapan mengenai waktu pemungutan suara untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada tahun 2020, 2022, 2023, dan 2024.

"Pasangan calon atau calon yang meninggal menjelang hari H pemungutan suara tetap terhitung sebagai pasangan calon," kata Politikus Golkar itu.

Selain itu Rambe juga memaparkan poin-poin lainnya terkait peningkatan kualitas verifikasi pasangan calon perseorangan, pengaturan lebih lengkap mengenai tindak pidana karena menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi Pemilih dan/atau penyelenggara Pemilihan serta Penguatan kewenangan Bawaslu.

Pembahasan lainnya mengenai perbaikan penormaan terkait kampanye, metode kampanye, dan dana kampanye, perbaikan norma terkait penyalahgunaan jabatan sebagai petahana, pemerintahan daerah wajib bertanggung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper