Kabar24.com, JAKARTA - Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan pihaknya belum mulai membahas teknis pelaksanaan hukuman kebiri yang dapat dijatuhkan pengadilan kepada pelaku kejahatan seksual karena masih menunggu adanya Peraturan Pemerintah (PP).
"Belum, tapi yang kita pegang bahwa Presiden mengatakan itu (hukuman kebiri) adalah berdasarkan keputusan pengadilan," kata Menkes Nila Moeloek di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (31/5/2016).
Meskipun belum ada pembahasan teknis, Menkes menjelaskan bahwa pengebirian akan dilakukan dengan suntikan hormon infertil yang sewaktu-waktu bisa dikembalikan tergantung derajat kejahatan pelaku.
"Ada beberapa tahap yang harus dilakukan, kita harus menilai kebiri tidak berarti main suntik hormon, kita harus menilai juga apakah dengan suntikan akan membuat perubahan perilaku dia (pelaku)," kata dia.
NiLa Moeloek mengumpamakan proses pengebirian pada pelaku kejahatan seksual dengan pil Keluarga Berencana (KB).
"Saya hanya beri contoh, seperti pil KB, itu kan hormon, jadi kalau mau punya anak lagi, hormonnya saya tinggikan supaya dia bertelur lagi," kata dia.
Pada 25 Mei 2016, Presiden Joko Widodo telah meneken Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang memberikan hukuman kebiri kepada pelaku kekerasan seksual pada anak.
Kebiri kimia termasuk dalam tambahan pidana alternatif yang diatur Perpu tersebut, di samping pengumuman identitas pelaku dan pemasangan alat deteksi elektronik.
Presiden mengatakan penambahan pasal itu akan memberi ruang bagi hakim untuk memutuskan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kejahatan seksual.