Kabar24.com, JAKARTA— Penjualan barang palsu dan bajakan secara global mencapai US$461 juta atau 2.5% dari total nilai perdagangan global.
Seperti dikutip dari Reuters, Senin (18/4/2016) Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menyebutkan perdagangan barang palsu dan bajakan ini cukup mengganggu perusahaan dan kas negara.
Perdagangan produksi barang palsu seperti tas Louis Vuitton atau sepatu Nike juga semakin memburuk dalam sepuluh tahun terakhir.
Negara kaya yang merupakan basis produksi kebanyakan barang bermerek merasakan efek terbesar dari penjualan barang palsu tersebut. Uni Eropa mengimpor sekitar 5% barang palsu pada 2013 senilai US$116 juta.
Lembaga think-tank yang berbasis di China menjadi produser barang palsu terbesar. Namun, di saat yang sama hak kekayaan intelektual perusahaan China juga sering dilanggar.
OECD menyebutkan paska perbaikan krisis, menjamurnya rantai nilai global dan mem-boomingnya e-commerce menjadi alasan meningkatnya perdagangan barang bajakan sejak 2008.
Beberapa waktu lalu, Alibaba, e-commerce raksasa asal China bergabung sebagai anggota International Anti Counterfeiting Coalition [koalisi anti pemalsuan internasional/IACC] demi menghapus citra sebagai surge merek tiruan.