Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KORUPSI DANA ASPIRASI: Juga Mengalir ke Rakernas PDIP

Direktur PT Sharleen Raya Hong Arta John Alfred mengakui ia memberikan dana untuk pelaksanaan pilkada di Jawa Tengah dan rapat kerja nasional (rakernas) PDI Perjuangan.
Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti (kanan) dan sekretaris pribadi mantan anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso (kiri) berada dalam mobil tahanan yang sama seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (22/1/2016)./Antara-Reno Esnir
Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti (kanan) dan sekretaris pribadi mantan anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso (kiri) berada dalam mobil tahanan yang sama seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (22/1/2016)./Antara-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA -  Direktur PT Sharleen Raya Hong Arta John Alfred mengakui ia memberikan dana untuk pelaksanaan pilkada di Jawa Tengah dan rapat kerja nasional (rakernas) PDI Perjuangan.

"Kita bertiga ada sumbang Rp1 miliar untuk pilkada Jawa Tengah, spesifiknya saya tidak tahu untuk siapa, tapi itu uang dari saya, Abdul (Khoir) sama Pak Aseng (So Kok Seng)," kata Alfred dalam sidang saat menjadi saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016) yang dilaporkan ANTARA.

Alfred menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir yang didakwa memberikan uang sejumlah Rp21,28 miliar; 1,674 juta dolas Singapura dan US$72.727 kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary, Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro, Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin, anggota Komisi V dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dan anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.

Dalam dakwaan Abdul Khoir disebutkan pada 5 Desember 2015, dari uang tersebut Damayanti memberikan Rp300 juta kepada Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan mantan calon kepala daerah Kendal Widya Kandi Susanti serta Mohamad Hilmi sebanyak Rp300 juta sedangkan sisanya Rp400 juta dibagikan masing-masing Rp200 juta untuk dua rekan Damayanti yaitu Dessy dan Julia.

"Apa yang dijanjikan?" tanya anggota majelis hakim Sigit.

"Untuk itu tidak pernah ada janji-janji. Cuman yang kita sumbangkan Rp1 miliar. Ada lagi Rp100 juta saya serahkan ke pak Imran atau Abdul untuk rakernas PDIP," jawab Alfred. Rakernas PDIP berlangsung pada 9-10 Januari 2016.

Alfred juga masih mengeluarkan uang Rp3,5 miliar sebagai bagian dari Rp8 miliar bantuan untuk suksesi Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary.

"Ada perlu 8 miliar untuk suksesi, ada permintaan bisa tidak tolong bantu? Itu uang dari saya Rp3,5 miliar lalu sisanya Pak Abdul. Kita berdua setujui lalu diperkenalkan dengan Pak Amran," tambah Alfred.

"Harapan dari memberikan Rp8 miliar apa?" tanya ketua majelis hakim Mien Triesnawati.

"Minimal kalau ada kerja di balai tidak dipersulit. Itu diserahkan secara tunai di depan parkiran restoran Arkadia di Senayan dalam bentuk dolar AS," jawab Alfred.

Setelah Amran dilantik pada Juli 2016, Alfred mendapat informasi bahwa ada pekerjaan dari dana aspirasi anggota DPR sebesar Rp250 juta. "Awalnya saya tidak tahu dana aspirasi siapa, tapi setelah saya bantu-bantu yang diurus Pak Abdul itu dana aspirasi di Pak Musa sebesar Rp250 miliar," ungkap Alfred.

Menurut Alfred, karena Abdul pemain baru di Maluku, maka Abdul minta tolong dirinya untuk mendapatkan salah satu proyek aspirasi tersebut.

"Jadi terdakwa minta tolong saya untuk bantu dia karena programnya sudah masuk di program balai, akhirnya Pak Abdul dapat Rp100 miliar, selebihnya Pak Henock (Henock Setiawan alias Rino kontraktor PT Papua Putra Mandiri)," tambah Alfred.

"Pak Abdul juga bilang katanya kita ada mau bicarakan sama BUMN untuk kerja proyeknya BUMN yang di Ambon, Maluku. Itu pekerjaan dermaga. Tapi itu baru bicara-bicara saja. Total yang saya berikan jadi Rp4,5 miliar," jelas Alfred.

Dalam perkara ini, Abdul Khoir didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper