Kabar24.com, JAKARTA - Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap jaksa dinilai sebagai cermin gagal totalnya reformasi mentan di lingkungan kejaksaan.
Hal itu disampaikan mantan komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) Kaspudin Noor, Rabu (13/4/2016)..
"Ya, revolusi mental gagal karena selama ini tidak jelas visi dan sistemnya," kata Kaspudin.
Seperti diketahui, dalam sepekan ini kinerja kejaksaan menjadi sorotan publik setelah OTT terhadap petinggi PT Brantas Abipraya (Persero) dan swasta terkait dengan suap yang diduga untuk menghentikan penyelidikan dugaan korupsi pada BUMN itu oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Sorotan juga mengarah pada dua jaksa yang berdinas di Kejati Jawa Barat dan Jawa Tengah, sampai kalahnya Kejati Jawa Timur dalam gugatan praperadilan oleh tersangka dugaan korupsi dana hibah bansos Jatim, La Nyalla Mattalitti.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama ini menambahkan, saat dirinya masih menjadi Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) pernah memberikan masukan kepada kejaksaan mengenai pentingnya pengawasan melekat (waskat).
Waskat itu, kata dia, untuk mengawasi kinerja jaksa yang bukan saja pimpinan kepada bawahan, melainkan bawahan terhadap pimpinan. "Mungkin waskat itu yang tidak berjalan," katanya.
Seharusnya, menurut dia, kejaksaan menjiplak bagaimana sistem waskat yang diterapkan kepolisian. "'Copy paste-lah kejaksaan terhadap Polri," katanya.
Ia juga menyatakan pimpinan kejaksaan harus berterus terang membeberkan permasalahan yang tengah dihadapi saat ini, sehingga ada OTT KPK terhadap jaksa.
"Kalau (pimpinan) tidak mampu memperbaikinya, lebih baik mundur saja, menyatakan diri tidak mampu," tegasnya.
Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dua operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Jawa Barat membuktikan kegagalan pembinaan di internal Korps Adhyaksa.
"Dua OTT KPK itu harus diartikan bahwa institusi kejaksaan belum steril dari praktik korupsi dan mafia peradilan," kata peneliti ICW Emerson Yuntho melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa.
Pada sisi lain, Emerson mengatakan bahwa operasi KPK itu juga harus diartikan bahwa fungsi pengawasan di internal kejaksaan belum berjalan optimal sehingga masih ada praktik korupsi dan mafia peradilan.
Oleh karena itu, Emerson menilai Jaksa Agung M. Prasetyo seharusnya meminta maaf kepada publik atas kejadian tersebut dan dengan besar hati mengundurkan diri dari jabatannya.
"Jaksa Agung telah gagal membina jajaran di bawahnya dan mewujudkan kejaksaan yang bersih dari korupsi," tuturnya.