Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jepang dan China Kembali Ributkan Sejarah

Pemerintah China, Selasa (22/3/2016), menyatakan mengajukan protes terhadap Jepang atas buku pelajaran baru di sekolah Jepang yang yang menghapus sejarah kekejaman Jepang di China dan mempertegas kembali klaim Jepang atas gugusan pulau yang disengketakan.
PM Jepang Shinzo Abe saat menghadiri peringatan 70 tahun serangan bom atom di Hiroshima/Reuters
PM Jepang Shinzo Abe saat menghadiri peringatan 70 tahun serangan bom atom di Hiroshima/Reuters

Bisnis.com, BEIJING - Pemerintah China, Selasa (22/3/2016), menyatakan mengajukan protes terhadap Jepang atas buku pelajaran baru di sekolah Jepang yang yang menghapus sejarah kekejaman Jepang di China dan mempertegas kembali klaim Jepang atas gugusan pulau yang disengketakan.

China sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia dan Jepang sebagai negara ketiga terbesar memiliki sejarah kelam dengan ketegangan hubungan sebagai warisan dari serangan Jepang sebelum dan selama Perang Dunia II serta sengketa atas klaim pada gugusan pulau-pulau kecil di Laut China Timur.

Media Jepang melaporkan bahwa beberapa buku pelajaran disetujui untuk digunakan pada April 2017 yang isinya menjelaskan pulau-pulau yang disengketakan sebagai bagian dari wilayah Jepang.

Buku-buku pelajaran tersebut juga merevisi beberapa referensi atas pembunuhan besar-besaran di Nanjing pada 1937.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying yang ditanya tentang buku-buku tersebut dalam konferensi pers harian menyatakan bahwa China sangat perhatian dan mengajukan "pernyataan keras" terhadap Jepang.

"Tidak masalah apa langkah-langkah yang Jepang ambil untuk mempromosikan dan memasarkan kekeliruan posisi mereka namun tetap tidak dapat mengubah realitas yang mendasari bahwa Kepulauan Diaoyu milik China," ujar juru bicara tersebut merujuk apa yang disebut Jepang dengan Pulau Senkakus.

"Pembunuhan besar-besaran di Nanjing merupakan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh anggota militer Jepang ketika mereka menyerbu China. Buktinya sangat nyata dan kesimpulan telah lama dicapai tentang hal itu. Penghapusan dan penyensoran yang dilakukan oleh Jepang dalam buku pelajaran itu menunjukkan bahwa Jepang tidak bersedia menghadapi kesalahan-kesalahan sejarah," katanya.

China terus mengingatkan rakyatnya atas pembantaian pada 1937 yang menyebutkan bahwa pasukan Jepang membunuh 300.000 orang di ibu kota mereka saat itu.

Pengadilan sekutu setelah perang menyebutkan korban tewas mencapai 142.000 orang, namun beberapa politikus konservatif Jepang dan para akademisi menyanggah berlangsungnya pembantaian tersebut.

Buku-buku pelajaran di sekolah China juga memiliki kecenderungan terhadap sikap politik mereka, menyusul sikap politik penguasa Partai Komunis atas isu-isu seperti Tibet dan Taiwan, dan tidak menyebutkan peristiwa-peristiwa yang memiliki sensivitas tinggi seperti tindakan keras berdarah pada 1989 terhadap para pengunjuk rasa pendukung demokrasi di sekitar Alun-alun Tiananmen.

Protes ini ditujukan terhadap ketidakstabilan ekonomi dan korupsi politik yang kemudian merembet menjadi demonstrasi prodemokrasi yang memang merupakan suatu yang belum lazim di China.

Ribuan orang disebutkan tewas sebagai akibat tindakan dari pasukan bersenjata China pada 4 Juni 1989 itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : ANTARA/REUTERS
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper