Kabar24.com, JAKARTA - BNP2TKI gencar melakukan pencegahan dan penindakan hukum terhadap pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), bekerjasama dengan instansi terkait. Para pejabat BNP2TKI terus melakukan kunjungan ke berbagai markas besar kepolisian daerah.
Lisna Yoeliani Poeloengan, Deputi Perlindungan BNP2TKI, selama dua hari melakukan kunjungan ke Semarang dan Yogyakarta guna melakukan pembicaraan dengan Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Nur Ali dan Kapolda DI Yogyakarta Brigjen Polisi Erwin Triwanto, mulai Rabu – Kamis, 16-17 Maret 2016.
"Pada prinsipnya BNP2TKI sangat mendukung upaya aparat kepolisian dalam menindak para pelaku TPPO. Kunjungan ini merupakan bentuk komitmen kerjasama antara jajaran BNP2TKI dan kepolisian mengatasi tindakan pelanggaran hukum tersebut, ujar Lisna Yoeliani Poeloengan, dalam siaran pers, Jumat (18/3/2016).
BNP2TKI sebelumnya mengadakan kunjungan ke Polda Aceh, Kalimantan Timur/Utara.
Sebelumnya, Kepala BNP2TKI, Nusron Wahid, bereaksi keras terhadap masih adanya TPPO yang melibatkan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) nakal yang menempatkan TKI secara illegal, antara lain ke Korea Selatan.
"Itu adalah praktek yang tidak bisa ditolerir," ujarnya. Dia mengintruksikan Direktur Pengamanan dan Pengawasan BNP2TKI, Brigjen Polisi Nurwidianto, untuk menindaklanjuti temuan-temuan adanya TPPO.
Membongkar TPPO
Sementara itu Mabes Polri sejak awal Maret 2016, Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil meringkus empat tersangka yang berperan dalam jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO ) di tiga negara, yakni Korea Selatan (Korsel), Belanda, dan Turki.
Modus para pelaku adalah menjanjikan korban bekerja di perusahaan, misalnya menjadi anak buah kapal (ABK) atau nelayan. Tapi, kenyataannya, malah bekerja sebagai pemanen sayur lobak, tambak, serta di peternakan kuda, kata Kepala Subdirektorat III Judisila Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Umar Fana, di Jakarta, Jumat (18/3/2016).
Dalam kasus ini TPPO ke Korea, polisi menangkap tersangka S dengan korban 26 WNI, sedangkan TPPO di Belanda, para korban mengongkosi dirinya sendiri terlebih dulu ditambah keharusan membayar fee Rp.65 juta-Rp.95 juta per orang.
Kepada para korban, pelaku yakni H dan B, menjanjikan bekerja kepada 90 korban sebagai petugas kapal di Portugal dengan visa wisatawan. Tetapi, saat transit di Brussel mereka dijemput tersangka berstatus WNI untuk naik kereta ke Den Haag, Belanda. Mereka dibiarkan terdampar 3-4 hari di stasiun kereta Den haag selama tiga-empat hari. Sampai akhirnya dapat menghubungi KBRI, tambahnya.
Dia menambahkan TPPO yang menimpa 600 WNI di Turki dan Timur Tengah dilakukan 12 tersangka dan satu di antaranya WNI berinial S alias H. Para korban dijanjikan bekerja di Mesir dan Dubai namun ditolak imigrasi Istanbul. Mereka lantas ditampung di tempat pengungsian warga korban perang Suriah. Di penampungan itu, korban TPPO dijadikan pembantu rumah tangga oleh pengungsi Suriah yang ekonominya lebih tinggi."
Keempat WNI dijerat Pasal 4 Udang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang TPPO atau Pasal 102 UU No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Mereka terancam hukuman maksimal 16 tahun penjara dan denda paling rendah Rp120 juta serta maksimum Rp600 juta.