Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jerman Anggap Trump Ancaman Bagi Perdamaian dan Kemakmuran

Wakil Kanselir Jerman Sigmar Gabriel mengecam Donald Trump, calon presiden AS dari Partai Republik karena pandangan politiknya bisa mendatangkan ancaman bagi perdamaian dan kemakmuran.
Donald Trump/Reuters
Donald Trump/Reuters

Kabar24.com, BERLIN - Pemimpin Jerman menilai Donald Trump, calon presiden AS dari kubu Partai Republik, dengan nada minor.

Wakil Kanselir Jerman Sigmar Gabriel mengecam Donald Trump, calon presiden AS dari Partai Republik karena pandangan politiknya bisa mendatangkan ancaman bagi perdamaian dan kemakmuran.

Komentar Gabriel, ahli ekonomi dan tokoh Partai Demokrat Sosial tersebut, merupakan sinyal paling jelas dari seorang pemimpin politik Eropa yang terus khawatir akan hasil pemilihan presiden AS mendatang.

"Baik Donald Trump, Marine le Pen atau Geert Wilders - semua tokoh sayap kanan - tidak hanya jadi ancaman terhadap perdamaian dan kohesi politik, tapi juga terhadap pembangunan ekonomi," kata Gabriel kepada surat kabar Welt am Sonntag dalam sebuah wawancara yang diterbitkan Minggu (6/3/2016).

Gabriel mengatakan, Trump dan tokoh asal Prancis Le Pen hanya menjanjikan sebuah jalan mundur menuju sebuah dunia dongeng masa lalu di mana kegiatan ekonomi yang hanya terkungkung di dalam negeri, tapi sejarah telah membuktikan bahwa ekonomi tertutup tidak mempunyai peluang untuk berkembang.

"Kita harus berusaha untuk menjelaskan bagaimana kita ingin membentuk dunia dengan cara yang adil," katanya.

Para politikus di Jerman dan negara lain di Eropa, selalu mencermati sepak terjang Trump, pengusaha dan juga bintang televisi yang langsung populer dan menjadi calon kuat Partai Republik menghadapi pemilihan presiden pada 8 November 2016 mendatang.

Trump sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan Kanselir Jerman Angela Merkel yang ramah terhadap pengungsi sebagai tindakan "gila" dan memperkirakan bahwa pengungsi tersebut akan menimbulkan kerusuhan di Jerman.

Ia juga memuji Presiden Rusia Vladimir Putin yang kebijakannya bertentangan dengan Eropa sejak Moskow menduduki wilayah Krimea di Ukraina dua tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara/Reuters

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper