Kabar24.com, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden Boediono dikabarkan menemui Budi Mulya di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada hari Selasa, 26 Januari lalu.
Kepastian kabar itu diungkapkan oleh Nadya Mulya yang waktu itu juga bertemu dengan keduanya. Dalam pertemuan yang dilakukan selama 45 menit tersebut, Boediono sempat membicarakan kasus Bank Century yang menjerat mantan bawahannya di Bank Indonesia tersebut.
"Benar, pada waktu itu kebetulan saya sedang berada di Sukamiskin menjenguk ayah saya. Waktu itu saya juga mengikuti obrolan yang dilakukan oleh mereka," ujar Nadya Mulya seusai menjadi saksi sidang gugatan praperadilan penanganan Kasus Century, Kamis (3/3/2016).
Dia mengaku kaget saat mengetahui keberadaan Boediono yang juga merupakan mantan Gubernur Bank Indonesia itu. Pasalnya, sudah lebih dari dua tahun, terutama semenjak bergulirnya kasus Bailout Bank Century Boediono tak pernah bertemu dengan ayahnya.
"Mereka kemudian bertemu, membicarakan terutama terkait dengan kasus yang menjerat ayah saya. Mereka juga saling curhat terkait kasus Century," imbuh Nadya.
Dalam pertemuan tersebut, kata Nadya, ayahnya sempat menyinggung Boediono. Budi Mulya menganggap kasus itu tidak akan terjadi jika pada saat Boediono menjadi wakil presiden mengeluarkan statemen dan mengambil langkah strategis tentang bailout Bank Century itu.
"Itu yang membuat ayah saya sedikit marah dan mempertanyakan tidak adanya tindakan Boediono kala itu," imbuh dia.
Boediono sempat membahas rencana untuk membentuk opini publik terkait pengambilan keputusan terkait kebijakan mengeluarkan dana talangan kepada Bank Century. Dalam hal itu, dia mengajak Budi Mulya dan juga Bank Indonesia untuk menyukseskan rencananya tersebut.
"Dia mengajak ayah saya, Bank Indonesia, dan BI untuk menggiring opini bahwa pengeluaran kebijakan tersebut tidak melanggar hukum," jelas dia.
Nadya menambahkan, saat mendengar rencana dari Boediono tersebut, ayahnya sempat mengatakan rencana tersebut sudah telat. Seharusnya kalau memang mau membentuk opini publik hal itu dilakukan lebih awal. "Ayah saya mengatakan itu telat, seharusnya sejak awal dilakukan upaya itu," jelas dia.
Menurut Budi Mulya, sesuai pernyataan dari Nadya, satu-satunya cara yang bisa mengungkap kasus tersebut yakni mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut memberikan kesaksian di Pengadilan. Selain itu, Boediono juga harus menjelaskan duduk persoalan pemberian bailout Bank Century kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Boediono sendiri dalam pertemuan antara Budi Mulya dan Nadya Mulya siap memberikan kesaksiannya kepada penyidik KPK jika diperlukan. "Beliau siap untuk mengungkap kasus tersebut, bahkan bersaksi untuk kasus Century ke KPK," imbuh dia.
Dia berharap kasus tersebut terbuka secara terang benderang. Pihak-pihak yang terlibat segera diperiksa dan diadili. Jangan sampai kasus tersebut hanya menjerat di level bawah tanpa mengungkap aktor intelektualnya.
"Apa yang terjadi di keluarga kami, kami coba untuk ikhlas. Tetapi kami tetap berharap, kasus tersebut diungkap hingga ke aktor intelektualnya," kata Nadya mengakhir pembicaraannya.
Kasus Century bermula dari penetapan Bank Century menjadi bank gagal yang dianggap akan mengakibatkan dampak sistemik. Pada tanggal16 November 2006, Menteri Keuangan pada waktu itu Sri Mulyani Indrawati yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelar rapat dengan BI yang diwakili Boediono, Miranda Swaray Goeltom, dan Muliaman D Hadad.
Rapat itu mempertimbangkan untuk melakukan penyelamatan terhadap Bank Century dengan cara memberikan dana talangan kepada bank tersebut. Pada tanggal24 November 2008hingga 24 Juli 2009 Bank Indonesia mengucurkan dana dengan total Rp6,76 triliun.
Belakangan pemberian bailout tersebut merugikan keuangan negara dalam pemberian fasilitas dana pendek. Namun demikian angka kerugian tersebut berbeda dengan hasil audit BPK yang dikeluarkan pada tahun 2013. Dalam audit BPK tersebut kerugian negara mencapai Rp7,4 triliun.
Budi Mulya sendiri sudah divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Budi dianggap melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi No 20/2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Dia dianggap menyalahgunakan wewenang dalam jabatannya secara bersama-sama dalam kasus tersebut.